Masyarakat dunia sekarang dibuat kelimpungan; menghadapi pagebluk yang menyerang ketahanan fisik sekaligus mental manusia.
Data dari Wordmeter terhitung hari ini, Senin (12/6/2021), spesies manusia yang terinfeksi sebanyak 187.609.584 orang. Meninggal sejumlah 4.048.648 orang.
Untuk Indonesia, terpapar 2.527.203 orang dan meninggal dunia sejumlah 66.464 orang. Pertambahan orang yang terinveksi di Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia saat ini.
Wabah ini membuat banyak orang ketakutan sekaligus bikin stres. Lawan yang dihadapi adalah jasad renik, protein aktif yang tak kasat mata. Bisa menempel pada orang terdekat tanpa terlihat gejalanya. Namun saat hinggap di tubuh manusia yang lemah imunitasnya, virus ini menjadi liar tak terkendali. Korban berjatuhan.
Akibatnya, satu sama lain saling waspada. Tidak percaya pada siapapun. Individualis merebak, menjadi bentuk pertahanan baru di masyarakat yang awalnya menganut budaya komunal; mengusung kebersamaan.
Awalnya kedekatan fisik menjadi sarat untuk saling mengakrabkan diri. Dulu kalau ada saudara atau teman berkunjung ke rumah, kita menyambutnya dengan gembira dan kita paksa untuk menginap. Untuk saat ini, malah berkebalikan. Kita semua diajarkan dengan tatanan baru yang mensyaratkan kita untuk saling menjauh, jaga jarak untuk menghindari Covid-19.
Secara medis virus ini, menyerang fisik. Namun, juga menyerang mental manusia. Pagebluk ini membuat ketakutan.
Jika takut manusia mengeluarkan hormon kortisol yang membuat orang bersedih, tidak nyaman, merasa tidak berharga dan putus asa. Jika manusia sudah mengidap hal itu, maka virus jasmani akan lebih mudah masuk dan menginvasi pertahanan tubuh manusia.
Virus ini sudah berada di sekitar kita. Virus ini juga telah mengambil saudara, teman kita, orang-orang terdekat dari kita. Itu juga fakta. Maka apa yang harus dilakukan menghadapi hal semacam itu?
Selain tetep menerapkan prokes dengan taat, mungkin apa yang diucapkan oleh Dalai Lama ada benarnya, "Kalau masalah bisa diatasi mengapa harus kawatir. Dan jika masalah tidak bisa diatasi mengapa pula kawatir".
Mungkin memahami hal ini butuh kesadaran penuh, bukan untuk mengecilkan apa yang terjadi.