URBANISASI DAN DESA YANG TERPINGGIRKAN
Oleh: Agus Sjafari*
Mudik lebaran dan urbanisasi merupakan fenomena sosial tersendiri yang ada di beberapa kota besar di Indonesia. Dua fenomena tersebut seolah menjadi "dua sisi mata uang" yang saling melengkapi, terutama aspek negatif dari kedua fenomena tersebut.
Setiap tahun beberapa kota besar menanggung beban penduduk yang selalu bertambah.
Dengan bertambahnya penduduk setiap tahunnya maka kota besar akan menanggung beban problematika sosial yang mengikutinya, misalnya beban ketersediaan lapangan pekerjaan yang harus bertambah, beban pengangguran yang semakin banyak, kemiskinan penduduk yang semakin tinggi, tingkat kriminalitas perkotaan yang semakin tinggi, serta beberpa problematika sosial ekonomi perkotaan lainnya.
Bagi kota besar yang tidak terlalu padat penduduknya mungkin hal tersebut tidak terlalu menjadi masalah seiring dengan perkembangan kotanya, namun bagi kota besar yang jumlah penduduknya sudah sangat padat maka akan dihadapkan dengan sejuta masalah -- masalah tersebut.
Berdasarkan data dari Statista (2024) dalam kurun waktu tiga tahun terakhir dari tahun 2020 sampai dengan 2022 menunjukkan kenaikan angka urbanisasi antara 1 sampai 2 persen setiap tahunnya.
Tahun 2020 terdapat angka sebesar 56,64 %, Tahun 2021 sebesar 57,29% dan Tahun 2022 sebesar 57,93%. Angka -- angka tersebut menunjukkan tingkat mobilisasi penduduk dari desa ke kota menunjukkan angka yang cukup besar dan akan selalu bertambah.
Daya tarik dalam fenomena urbanisasi ini tentunya banyak faktor, hukum yang menyatakan "ada gula ada semut" masih sangat relevan dalam fenomena urbanisasi. Kota besar tentu saja menjadi daya tarik yang luar biasa bagi penduduk dari desa.