Lihat ke Halaman Asli

Nisan Hitam, Sebuah Kutukan: Ini Awal ataukah Akhir Cerita?

Diperbarui: 5 Oktober 2024   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Sumber : cdna.artstation.com)

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan lebat, terdapat sebuah makam tua dengan nisan hitam yang mencolok. Penduduk desa selalu menghindari area itu, konon katanya nisan tersebut milik seorang wanita cantik bernama Niken Sari, yang menghilang secara misterius puluhan tahun yang lalu. Setiap malam Jumat, desas-desus menyebutkan, sosok Niken Sari akan muncul, mengenakan gaun putih yang berkilauan dalam gelap. Banyak yang mengaku mendengar suara lembutnya memanggil, tapi tak seorang pun berani mendekati nisan hitam itu.

Suatu malam, Dirdja, seorang pemuda berani, memutuskan untuk membuktikan bahwa semua itu hanyalah cerita. Dengan senter di tangan, ia berjalan menuju makam, menerobos gelapnya malam. Hatinya berdebar kencang, bukan hanya karena rasa takut, tapi juga karena rasa penasaran yang membuncah. Ia membayangkan sosok Niken Sari, wanita cantik yang terkurung dalam kutukan selama bertahun-tahun. Konon, Niken Sari berasal dari keturunan bangsawan yang memiliki kekuatan magis. Namun, karena suatu kesalahan, ia dikutuk untuk hidup abadi dalam kesendirian, terikat pada nisan hitam ini. Cahaya bulan memantul pada permukaan batu yang dingin, menciptakan ilusi wajah yang berubah-ubah. Tiba-tiba, tanah bergetar dan retakan besar muncul di permukaan tanah. Dari dalam retakan itu muncul cahaya hijau lumut yang menyilaukan. Sebuah suara merdu namun dingin terdengar, "Jangan mendekat!" Dirdja tersentak. Ia menoleh ke sekeliling, namun tidak ada seorang pun di sana. Suara itu terdengar seolah-olah berasal dari dalam nisan hitam itu sendiri. Dengan hati-hati, ia mendekati nisan hitam itu. Tangannya gemetar saat meraih permukaan batu yang dingin. Tiba-tiba, sebuah kekuatan misterius mengalir ke dalam tubuhnya. Ia melihat kilasan-kilasan gambar: Niken Sari yang sedang tertawa bersama teman-temannya, Niken Sari yang sedang berlari di padang rumput, dan Niken Sari yang sedang menangis di dalam penjara bawah tanah. Tiba-tiba, sebuah sosok hitam muncul di hadapannya. Sosok itu memiliki mata merah menyala dan taring yang tajam. "Aku akan mencegahmu membebaskan Niken Sari," geram sosok itu. Dirdja tahu bahwa ia harus berhadapan dengan makhluk jahat ini jika ingin menyelamatkan Niken Sari. Namun, ia juga merasa kasihan pada Niken Sari yang terjebak dalam kutukan yang kejam.

Dirdja menarik napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa ini adalah saat yang menentukan. Dengan keberanian yang membara, ia menghadap makhluk gelap itu. "Aku tidak akan membiarkanmu menghalangi jalan," tegas Dirdja. Pertempuran pun dimulai. Cahaya senter Dirdja menerangi hutan di sekitarnya, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari. Dedaunan bergoyang kencang seolah ikut menyaksikan pertarungan sengit ini.

Sementara itu, di dalam makam, Niken Sari merasakan getaran yang kuat. Ia tahu bahwa Dirdja telah datang. Hatinya bercampur aduk antara harapan dan ketakutan. Ia ingin bebas dari kutukan ini, namun ia juga takut akan konsekuensi yang mungkin terjadi jika ia benar-benar bebas.

Dirdja menarik napas dalam-dalam, tatapannya terpaku pada sosok hitam di hadapannya. Makhluk itu menyeringai, matanya memancarkan cahaya merah menyala yang menusuk. Dengan gerakan cepat, makhluk itu melompat, tubuhnya meliuk-liuk seperti ular. Kuku-kukunya yang tajam berkilauan di bawah cahaya bulan, siap merobek daging. Dirdja menghindar dengan gesit, tubuhnya meluncur ke samping. Ia meraih batu tajam yang ada di tanah dan melemparkannya sekuat tenaga. Batu itu mengenai bahu makhluk itu, namun hanya meninggalkan goresan kecil. Makhluk itu meraung marah, lalu mengayunkan tangannya. Gelombang energi hitam melesat ke arah Dirdja. Dengan cepat, Dirdja membentangkan kedua tangannya, membentuk sebuah perisai energi. Perisai itu berhasil menangkis serangan makhluk itu, namun getaran kuatnya membuat tubuh Dirdja terasa nyeri.

Dirdja tahu ia tidak bisa menang melawan makhluk itu hanya dengan kekuatan fisik. Ia harus menggunakan pengetahuan tentang mistisisme yang ia pelajari dari buku-buku tua milik kakeknya. Dengan konsentrasi penuh, Dirdja mulai melafalkan mantra-mantra kuno. Cahaya putih berkilauan mengelilingi tubuhnya, membentuk sebuah aura pelindung. Makhluk itu terkejut melihat perubahan pada Dirdja. Ia menggeram marah dan kembali menyerang. Kali ini, serangannya lebih kuat dan lebih cepat. Dirdja berusaha menghindar, namun beberapa serangan berhasil mengenai tubuhnya. Luka-luka mulai bermunculan di tubuhnya, namun Dirdja tetap bertahan.

Pertempuran semakin sengit. Dirdja dan makhluk itu saling bertukar serangan dengan kecepatan tinggi. Dedaunan berterbangan, tanah bergetar, dan udara terasa semakin dingin. Dirdja mulai kehabisan tenaga, namun ia tidak menyerah. Ia ingat pada Niken Sari, wanita yang terjebak dalam kutukan. Ia harus menyelamatkannya. Dengan sisa tenaga yang ada, Dirdja mengumpulkan seluruh kekuatan magisnya. Cahaya putih yang mengelilingi tubuhnya semakin terang, hingga akhirnya meledak menjadi sebuah bola cahaya yang menyilaukan. Bola cahaya itu langsung menghantam makhluk gelap itu. Makhluk itu meraung kesakitan dan tubuhnya mulai menghilang.

Ketika cahaya mereda, makhluk gelap itu sudah tidak ada lagi. Dirdja terkulai lemas di tanah. Tubuhnya penuh luka, namun ia merasa lega karena telah berhasil mengalahkan makhluk itu. Dengan sisa tenaga yang ada, ia berjalan menuju nisan hitam. Ia menyentuh permukaan batu itu, dan tiba-tiba, nisan itu mulai bercahaya. Cahayanya bukan sekadar cahaya biasa, melainkan cahaya yang mengandung kekuatan magis yang luar biasa. Cahaya itu perlahan membentuk sosok seorang wanita, sosok yang sangat ia kenal dari cerita-cerita penduduk desa. Niken Sari.

Wajah Niken Sari memancarkan cahaya yang lembut, namun matanya menyimpan sejuta misteri. "Terima kasih, Dirdja," ucap Niken Sari dengan suara lembut, namun nadanya terdengar aneh, seolah-olah bukan suara manusia sepenuhnya. "Kau telah membebaskanku."

Dirdja menatap Niken Sari dengan takjub. Ia merasakan sensasi aneh mengalir di seluruh tubuhnya, seperti ada kekuatan magis yang menghubungkannya dengan Niken Sari. "Aku... aku senang bisa membantumu," ucap Dirdja terbata-bata.

"Namun, pembebasanku membawa konsekuensi," lanjut Niken Sari. Suaranya berubah menjadi dingin. "Dunia ini akan berubah, Dirdja. Dan aku akan menjadi bagian dari perubahan itu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline