Membaca membuka wacana dan mengikat makna. Apalagi membaca Kalam SuciNya, maka membuahkan pemahaman diri dan kesadaran diri. Dua hal itu sangat mendasar dan harus dicapai oleh setiap insan. Pertama: paham akan kediriaan sebagai hamba dengan demikian akan menata hidup dengan bersandar kepada Pencipta dan Pengatur semesta. Pemahaman diri seperti itu yang akan membuat hidup tidak sombong dan mau berbagi dengan sesama.
Kedua: Sadar berperan positif sebagai Khalifah Tuhan. Dengan kesadaran ini, maka manusia akan memerankan diri sebagai khalifahnya yakni bertakhalluq bi akhlaaqillaah. Artinya mewujudkan kehidupan dengan berupaya melaksanakan perintah dn meninggalkan laranganNya. Ingat dan sadarilah, bahwa semua itu untuk kebaikan dan keberkahan hidup, bukan sebaliknya. Itu semua sebagai wujud kesyukuran, pada Tuhan Pencipta dan Pengatur semesta. So. kesyukuran itu kembali kepada pelaku kesyukuran.
Jika pemahaman diri dan kesadaran diri tidak dicapai, maka akan mengalami disorientasi hidup. Sehingga hidp dan kehidupannya berorientasi sesaat untuk pemenuhan hasrat, pelampiasan syahwat, dan tidak berorientasi akhirat. Hal itu yang akan menurunkan derajat kemuliaan sebagai manusia dan menjadi hina.
Oleh karena itu, marilah kita selalu meliterasi diri dengan membaca untuk mengikat makna. Membaca buku, membaca alam, membaca apa saja yang berguna.
Semoga kita menjadi pembaca yang munajat dan berkhidmat pada Empunya Jagad.
@gussim99
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H