Kesehatan menjadi sebuah modal dasar sekaligus indikator penting dalam menentukan kualitas hidup masyarakat yang biasa diukur dengan nama IPM (indeks pembangunan manusia) atau dengan indikator umur harapan hidup masyarakat baik dalam ukuran nasional/negara maupun daerah. Oleh sebab itu beberapa negara di dunia terutama negara maju tidak main-main dan sangat perhatian terhadap masalah kesehatan. Berbicara mengenai kesehatan di negeri kita pemerintah telah menetapkan sistem kesehatan nasional dengan beberapa subsistem yang perlu menjadi perhatian.
Jika merujuk kepada badan kesehatan dunia yangmenyatakan keberhasilan pembangunan kesehatan 80 persenya sangat ditentukan oleh SDM (sumberdaya manusia) kesehatan. Maka sudah jelas fokus utama dalam pembangunan kesehatan yang perlu kita perhatikan adalah masalah SDM (sumber daya manusia) Kesehatan. SDM Kesehatan menjadi salah satu sub sistem penting yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.72/2012 tentang sistem kesehatan nasional. Bukan hanya itu, Undang-Undang (UU) kesehatan, UU tenaga tesehatan dan berbagai peraturan nasional maupun daerah terkait SDM kesehatan semakin melengkapi bahwa SDM kesehatan menjadi bagian penting dan penggerak utama pembangunan kesehatan.
Jika memang demikian lalu apa yang menjadi masalah kesehatan dari sisi SDM kesehatan di negara kita? Menurut hasil evaluasi Kementerian Kesehatan 2016, ada beberapa masalah SDM kesehatan yang sering disampaikan disetiap acara formal tingkat nasional. Diantaranya adalah masalah kuantitas kebutuhan,kekurangan hingga ke kualitas SDM Kesehatan. Semua masalah dan hasil evaluasi itu tentu bersumber dari sebuah data. Lalu yang jadi pertanyaan kita adalah bagaimana dengan keadaan data SDM Kesehatan tersebut.
Selamaini pemerintah telah menyiapkan berbagai solusi dan upaya seperti membuat kebijakan, program-program hingga menyiapkan anggaran untuk mengatasi berbagai masalah SDM Kesehatan. Solusi dan upaya tersebut diharapkan bisa meningkatkan keberhasilan pembangunan kesehatan yang akan berdampak kepada IPM atau umur harapan hidup manusia suatu daerah bahkan suatu negara.
Pertanyaan mendasar bagi kita, apakah masyarakat yakin dengan berbagai perencanaan, kebijakan, program-program hingga evaluasi kesehatan terutama yang terkait dengan data SDM kesehatan yang selama ini? Sebelum menjawab yakin atau tidak, hal pertama yang perlu kita lihat dan cermati dengan seksama ialah bagaimana dengan keadaan data SDM kesehatan selamaini. Data ibarat alat ukur untuk mengukur atau mengevaluasi sesuatu. Jika ditemukan data itu tidak benar, tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta dilapangan, tentu hasil olahan data tersebut juga akan diragukan bahkan bisa dikatakan tidak layak untuk digunakan.
Hasil pengamatan sebuah data SDM kesehatan khususnya untuk jenis tenaga kesehatan masyarakat (kesmas) di beberapa dokumen resmi yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah tahun lalu, ternyata cukup membuat terkejut, terheran-heran sambil berulang-ulang mencermati data tersebut. Saya yakin anda pun akan merasakan hal sama tatkala beberapa data kesehatan resmi yang dirilis pemerintah daerah dalam satu daerah dan waktu yang sama menampilkan data yang tidak sama atau dengan kata lain tidak sinkron.
Diawali dengan sebuah data SDM kesmas di Puskesmas provinsi X tahun 2015 tertulis 366 orang. Tetapi ketika anda melihat data dokumen lain yang juga dikeluarkan oleh provinsi yang sama menyebutkan jumlah tenaga kesmas di Puskesmas tahun 2015 tertulis 1.016 orang. Dalam satu waktu dan satu daerah yang sama selisihnya bisa 2 kali lipat lebih atau selisih 650 orang. Jika data daerah sepertiitu, lalu bagaimana dengan data tenaga kesmas provinsi X ditingkat nasional?
Makin tertarik aja ketika pindah melihat sebuah data nasional di tahun yang sama untuk jenis tenaga kesmas di puskesmas per provinsi, justru yang muncul bukanlah salah satu dari kedua data yang ada didokumen provinsi X tersebut, tetapi angka lain lagi yang jumlahnya jauh lebih besar yaitu 1.745. Disadari atau tidak, kini data itu memperlihatkan ke publik bahwa beberapa dokumen yang dikeluarkan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam waktu yang sama memperlihatkan angka yang berbeda-beda, bahkan rentang perbedaanya pun sangat tinggi.
Kemudian juga ditemukan data untuk seluruh tenaga kesmas (puskesmas dan instansi lainya) se provinsi X 2015, terlihat menampilkan jumlah tenaga kesmas sebanyak 720 orang. Tetapi ketika pindah melihat data nasional maka angka yang muncul justru bukan 720 melainkan angka 3.145. Perbedaanya sungguh sangat signifikan, mencapai empat kali lipat, bahkan mendekati lima kali lipatnya. Lalu data manakah yang sesuai dengan kondisi fakta dilapangan, apakah persepsi tenaga kesmas yang berbeda di daerah dan nasional,atau apakah ada kesalahan dalam menghitung dan memasukan sebuah data. Apapun itu, masalah data seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut larut dan perlu diselesaikan segera.
Belum lagi jika kita melihat sebuah data nasional untuk tahun 2015. Jumlah total tenaga kesmas di Indonesia yang versi sebelum berdasarkan UU tenaga kesehatan dengan yang berdasarkan rujukan UU tenaga kesehatan. Dokumen dari situs resmi nasional bidang SDM kesehatan menampilkan jenis tenaga kesmas sebelum UU tenaga kesehatan berjumlah 30.244 sedangkan yang berdasarkan rujukan UU tenaga kesehatan mencapai 41.181 tenaga kesmas.
Padahal sebelum UU tenaga kesehatan seperti yang juga ditampilkan di situs resmi Kementerian Kesehatan mengklasifikasikan jenis tenaga kesmas memiliki 9 jenis tenaga kesmas, dan jika berdasarkan UU tenaga kesehatan, jenis tenaga kesmas ini berubah menjadi 6 jenis. Tetapi meskipun jumlah jenis tenaga kesmas berdasar UU kesehatan berkurang 3 jenis tetapi jumlah tenaga kesmas mengalami peningkatan 10.937 tenaga kesmas.