Lihat ke Halaman Asli

Agus Salim Syukran

Pengajar di MA Al-Ishlah Paciran dan STIQSI Lamongan

Awal Tahun Yang Dingin di Kampung

Diperbarui: 7 Januari 2025   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Hujan Gerimis. Sumber: Freepik/computerworld

Awal tahun 2025 terasa dingin di kampungku. Bukan saja karena dinginnya cuaca, tapi juga dinginnya antusiasme masyarakat untuk merayakan tahun baru.

Di Kabupaten Lamongan, beberapa hari sebelum pergantian tahun, hujan mengguyur hampir setiap hari. Bahkan, pada malam tahun baru, hujan gerimis menyapa warga sejak sore hari. Hal ini menjadikan masyarakat pantai utara Jawa Timur ini “malas” merayakan tahun baru.

Hanya Lamongan kota yang menyambut Malam Tahun Baru 2025 dengan agak spesial. Ada tiga acara yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Lamongan untuk memeriahkan malam tahun baru 2025 di kota soto tersebut.

Pertama, Gebyar Sholawat bersama Habib Anis Syahab. Acara yang dilangsungkan di halaman Masjid Agung Lamongan ini dimaksudkan juga untuk memperingati haul KH Abdurrahman Wahid dan beberapa masyayikh (tokoh) setempat.

Kedua, Pagelaran Wayang Kulit bersama Ki Wahyu Jati Pamungkas. Acara yang digelar di halaman Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan ini dimeriahkan oleh campursari Ngesti Prasojo dengan dua bintang tamunya, Mareta dan Septi.

Ketiga, Panggung Guyon Bareng Campursari bersama Andik TB CS dan Proborini yang digelar di Tugu Bandeng Lele, Jalan Lamongrejo, Lamongan. Melalui lagu dan komedi yang disajikan secara jenaka, para artis mengocok perut warga yang hadir di selatan alun-alun kota Lamongan tersebut.

Meskipun demikian, suasana tahun baru di berbagai tempat lain terasa dingin-dingin saja. Hal ini tidak lepas dari sikap masyarakat yang pada umumnya tidak terlalu mengagungkan perayaan tahun baru.

Ada beberapa alasan mengapa masyarakat daerah ini kurang antusias merayakan Tahun Baru. Alasan pertama, dan ini yang pokok, adalah alasan religius. Hal ini terlebih untuk mereka yang beragama Islam.  

Sebagian besar kaum Muslimin beranggapan bahwa perayaan Tahun Baru Masehi tidak  memiliki landasan hukum dan moral dalam agama. Secara historis perayaan ini adalah tradisi kaum pagan yang masuk ke masyarakat Muslim sehingga tidak perlu diikuti. Dalam Islam ada kaidah bahwa meniru budaya asing yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dianggap perbuatan tercela yang patut dihindari.

Di sisi lain, agama Islam mengajarkan umatnya untuk menghindari perbuatan sia-sia yang tidak membawa manfaat. Pemborosan, hura-hura yang membuat manusia lalai pada Tuhannya, adalah hal-hal yang dilarang oleh agama. Perayaan tahun baru, dalam praktiknya, sering diwarnai kegiatan-kegiatan semacam itu.

Pada malam tahun baru orang begadang semalam suntuk untuk senang-senang dan berpesta-pora dengan aneka hiburan dan permainan. Orang juga menghamburkan uang, waktu dan tenaga untuk hal-hal yang tidak perlu. Bahkan terkadang dibarengi perbuatan maksiat seperti pesta miras, narkoba dan perbuatan yang berbau perizinaan. Semua itu tentu bertentangan dengan ajaran agama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline