Lihat ke Halaman Asli

kenaikan ppn 12%: dampak dan tanggapan masyarakat

Diperbarui: 21 Januari 2025   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Lead
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang berlaku mulai 1 Januari 2025 menuai respons positif dan negatif dari masyarakat. Pemerintah mengklaim program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat untuk mendanai pembangunan nasional, seperti pendidikan dan kesehatan. Namun banyak pihak yang khawatir bahwa peningkatan ini akan menambah beban masyarakat, terutama mengingat perekonomian belum sepenuhnya pulih.

Konteks
Kenaikan PPN ini diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Terkait hal itu, pemerintah berharap peningkatan pendapatan sebesar Rp75 triliun dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik. Namun, kelompok lain mengkritik kenaikan tersebut, mengklaim bahwa hal itu akan memberikan tekanan lebih besar pada daya beli masyarakat yang sudah terbatas.

Argumen
Para pendukung kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melihat langkah ini sebagai pendekatan penting untuk meningkatkan rasio pajak Indonesia, yang saat ini relatif rendah, yaitu 10,4%, dibandingkan dengan rata-rata global yang lebih tinggi. Sri Mulyani, Menteri Keuangan, menggarisbawahi rendahnya rasio pajak menghambat kapasitas fiskal pemerintah untuk mendanai pembangunan dan kebutuhan pelayanan publik. Pemerintah berupaya meningkatkan basis pendapatan negara dengan menaikkan PPN guna mendanai berbagai tujuan strategis, termasuk pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Langkah ini juga dianggap penting untuk menciptakan lebih banyak fleksibilitas fiskal untuk menghadapi segala ancaman ekonomi di masa depan. Lebih lanjut, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pembangunan berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif, dimana manfaat pembangunan dapat dinikmati secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.

Argumen tandingan
Penentang gagasan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menyatakan kekhawatiran serius mengenai dampaknya terhadap daya beli masyarakat, khususnya di kalangan kelompok rentan berpenghasilan rendah. Strategi ini dinilai menyebabkan kenaikan harga produk dan layanan umum, mulai dari kebutuhan pokok seperti makanan hingga layanan digital yang semakin penting dalam kehidupan modern. Dalam perekonomian yang masih rentan terhadap inflasi dan proses pemulihan pasca pandemi, kenaikan tarif PPN berpotensi meningkatkan beban belanja rumah tangga secara signifikan. Menurut sebuah penelitian, kelompok berpenghasilan rendah dapat mengeluarkan pengeluaran tambahan hingga Rp101.880 setiap bulan, jumlah yang signifikan bagi keluarga dengan anggaran terbatas. Selain itu, strategi ini diperkirakan akan memperburuk kesenjangan sosial, karena kenaikan pajak mempunyai dampak yang lebih besar terhadap kelompok masyarakat miskin yang menghabiskan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sementara itu, kelompok berpendapatan tinggi, yang memiliki pengeluaran lebih beragam dan tidak sepenuhnya bergantung pada komoditas yang diperlukan, lebih mampu menyerap dampak dari kebijakan-kebijakan tersebut. Argumen ini menekankan pentingnya mengkaji seluruh implikasi sosial ekonomi sebelum menerapkan peraturan tersebut.

Rekomendasi/kesimpulan
Pemerintah harus memberikan sosialisasi secara luas dan terbuka mengenai tujuan dan manfaat kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) agar masyarakat memahami konteks dan urgensi kebijakan ini. Membangun kepercayaan masyarakat memerlukan komunikasi yang efektif, terutama menekankan bagaimana peningkatan dana dari kenaikan pajak akan digunakan untuk mendorong program sosial, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan layanan publik yang secara langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Selain itu, pemerintah harus mengambil langkah-langkah spesifik untuk melindungi kelompok berpenghasilan rendah, seperti memberikan subsidi, bantuan langsung tunai, atau mengecualikan kebutuhan pokok dari kenaikan pajak. Strategi ini juga harus dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan publik, seperti akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan transportasi umum, sehingga masyarakat dapat melihat manfaat nyata dari kontribusi mereka. Dengan pendekatan inklusif dan berorientasi pada keadilan sosial, kenaikan PPN dapat diterima secara lebih luas sebagai bagian dari upaya kolaboratif untuk mendorong pertumbuhan nasional jangka panjang.

Referensi

NU Online
https://www.nu.or.id/nasional/laporan-celios-kenaikan-ppn-12-berpotensi-turunkan-daya-beli-masyarakat-dan-perlambat-ekonomi-KjdQq
Kompas
https://www.kompas.id/artikel/ppn-12-persen-kebijakan-adil-atau-tambahan-beban-untuk-rakyat
CNBC Indonesia
https://www.cnbcindonesia.com/news/20241224071552-4-598356/ppn-12-berlaku-per-1-januari-2025-daya-beli-warga-ri-aman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline