Lihat ke Halaman Asli

Agung Webe

TERVERIFIKASI

wellness coach di Highland Wellness Resort

Sebuah Ide Beragama

Diperbarui: 13 Desember 2020   16:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar: news.detik.com

Warning: baca pelan-pelan agar tidak gagal paham!

Sebelumnya, saya mohon maaf apabila ada yang tidak berkenan dengan ide ini. Silahkan 'skip' saja atau jangan diteruskan untuk dibaca.

Bagi anda yang berpikiran terbuka, silahkan teruskan baca dan kita bisa berdiskusi tentang hal ini nantinya.

Dalam DIALOG AGAMA yang diadakan oleh Soul Journey Indonesia dengan tema APAKAH AGAMA MASIH DIPERLUKAN DI MASA DEPAN, saya mengemukakan bahwa agama (lembaga agama) dan keagamaan (aspek spiritual) adalah dua hal yang berbeda. Manusia dapat menjalani aspek spiritual (keagamaan) tanpa harus terikat dengan lembaga agama (agama). Sehingga pertanyaan: agamamu apa? Sudah tidak relevan lagi untuk dipertanyakan.

Keagamaan bukanlah sistem, namun lembaga agama adalah sistem. Lembaga agama merupakan sistem karena ia harus mengatur, membuat peraturan umatnya dan mengurusi keanggotaan. Untuk itu dia mengikat. Sedangkan keagamaan bukan merupakan sistem karena aspek spiritual tidak mengikat.

Sebuah agama (lembaga agama) tidak akan mengijinkan umatnya untuk melakukan ibadah di rumah ibadah agama lain dengan mengikuti ritual ibadah agama lain. Lembaga agama juga tidak mengijinkan umatnya belajar secara dalam dengan mengikuti ritual agama lain. Apabila itu dilakukan maka umat tersebut dikatakan 'murtad' atau sudah keluar dari agama tersebut.

Sedangkan keagamaan (aspek spiritual) dapat melakukan penyelaman ajaran lain, bahkan beribadah di rumah ibadah agama lain dan mengikuti ritual-ritualnya. Ini adalah aspek pribadi, bukan lembaga. Sehingga apabila ada orang yang mengatakan: "Lho saya beragama Islam, buktinya saya tidak apa-apa belajar agama lain, meditasi dan sebaginya dan saya tetap beragama Islam." -- Ya, sebagai aspek pribadi memang tidak apa-apa. Tapi bagaimana aspek lembaga? Coba tanyakan kepada lembaga agama anda apabila anda beribadah dan mengikuti ritual dan ajaran agama lainnya, apakah lembaga agama mengijinkannya? Tentu saja tidak karena lembaga agama mempunyai aturan dan batasan siapa saja yang akan disebut murtad dari agamanya.

Aspek spiritual (keagamaan) tidak mempunyai sistem, karena di dalamnya adalah sharing pemahaman. Tidak ada tujuan yang akan dicapai dalam aspek spiritual. Apabila sharing itu bermanfaat ya akan diamalkan. Apabila tidak ya akan ditinggalkan. Tidak ada penyeragaman dalam hal apapun, termasuk ritual atau ibadah. Sedangkan aspek lembaga (agama) akan ada penyeragaman sebagai identitas lembaga dan hal ini sangat rawan sekali dipolitisasi untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok, kekuasaan dan politik.

Sebuah Ide Beragama.

Ide ini adalah menghilangkan sekat lembaga (agama). Di mana agama tidak lagi menjadi identitas yang ditonjolkan dan ia menjadi ruang private yang sangat pribadi sekali (keagamaan). Apabila sekat ini hilang maka lembaga tidak mengatur lagi tentang penyeragaman atau menuntut harus seragam. Lembaga tidak lagi menghitung banyaknya pemeluk agama lembaga tersebut. Kemudian tidak akan ada lagi mayoritas dan minoritas karena tidak ada lagi jumlah dalam lembaga agama masing-masing.

Lembaga agama dapat dibiarkan ada sebagai lembaga yang selalu 'open house', bukan lembaga agama yang mengatur dengan sistem agamanya. Apa yang dimaksud dengan selalu open house?

Contohnya di Indonesia ada Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Maka masing-masing agama tersebut membuka ruangnya lebar-lebar sehingga setiap orang dapat memilih untuk belajar dan menyelami serta melakukan ritual di dalamnya tanpa harus diinisiasi atau dibaiat atau dinyatakan resmi mengikuti agama tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline