Akibat emosi setitik, rusaklah sepeda motor dan rumah warga. Bentrokan antara dua kelompok terjadi di Muntilan, Magelang, Jawa Tengah pada hari minggu (15-10-2023). Bentrokan ini diduga melibatkan Laskar PDIP Jogja (BSM dan Bregodo Wirodigdo) yang baru saja menghadiri acara di Mungkid dengan Gerakan Pemuda Kabah (GPK) Militan. Kerusuhan tersebut mengakibatkan 11 sepeda motor rusak dan 3 rumah warga kaca jendelanya pecah.
Meski dalam bentrokan tidak ada korban jiwa, konflik antara dua kubu ini yang diduga pendukung parpol memang rawan terjadi menjelang Pemilu 2024. Hal ini mengingatkan kita pada saat Pilpres 2019. Pada saat itu, masyarakat terpecah menjadi dua kubu, utamanya di dunia maya atau media sosial.
Potensi Konflik
Masih segar dalam ingatan ketika polarisasi terbentuk saat pesta demokrasi 2019. Terjadi perang opini yang saling menjagokan pasangan capres-cawapres masing-masing. Lalu muncullah istilah "cebong" untuk simpatisan Jokowi dan sebutan "kampret" untuk pendukung Prabowo. Setelah Pilpres 2019 telah usai, istilah itu bergeser menjadi "buzzeR" dan "kadrun". Namun, setelah Prabowo masuk dalam kabinet Jokowi, para pendukung Jokowi lebih sering menyebut "kadrun" terhadap mereka yang kecewa dengan rekonsiliasi Prabowo yang awalnya menjadi rival dalam Pilpres 2019.
Momen pemilu memang sangat berpotensi terjadi gesekan atau konflik antara pendukung, bahkan bisa menumbuhkan kecintaan pada figur yang mereka dukung secara berlebihan. Ketika sang figur dihujat atau dikritik oleh kubu yang berlawanan, emosi pun bisa di luar kendali hingga mengeluarkan kata-kata kotor atau olok-olok yang tidak semestinya diucapkan.
Lain Simpatisan, Lain Elite Parpol
Dalam demokrasi, pemilu dianggap sebagai arena hidup dan mati. Siapa yang memenangi pertarungan, ialah pemenangnya. Setelah mendukung sampai titik darah penghabisan, pendukungnya dilupakan. Ini yang terjadi pasca-Pilpres 2019 bahwa rekonsiliasi Jokowi-Prabowo mengecewakan banyak pihak, termasuk para pendukungnya. Setelah pesta pemilu usai, Prabowo malah merapat ke kubu Jokowi demi mendapat jatah kursi.
Akhirnya, Pilpres 2019 seperti drama yang dipertontonkan kepada rakyat. Mereka merasa terkhianati oleh figur yang mereka dukung selama ini. "Jika ujungnya merapat ke penguasa, lalu untuk apa bertarung habis-habisan saat pilpres kemarin?" demikianlah salah satu ungkapan hati kekecewaan rakyat kepada parpol dan figur yang mereka dukung.
Yang Harus Dipahami Masyarakat
masyarakat harus paham bahwa realitas parpol dalam demokrasi kebanyakan bersifat dan bersikap pragmatis ketimbang idealis. Bukan idealisme yang menjadi pertimbangan setiap kebijakan parpol, melainkan lebih pada manfaat yang bisa diambil parpol dari setiap keputusan politik yang mereka buat.
Fenomena pindah kubu adalah hal biasa dalam politik demokrasi. Pandangan parpol tentang politik memang lebih cenderung pada meraih kekuasaan setinggi-tingginya, baik saat pilkada, pileg, ataupun pilpres. Jika masyarakat mencermati betul, koalisi yang dibangun dalam setiap kontestasi pemilu pasti berwajah dinamis.