Lihat ke Halaman Asli

Food not Bombs, Sebuah Makanan yang Tersia-Siakan

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pernahkah kamu berpikir bahwa sebenarnya sayur-sayuran yang kamu beli di Supermarket-supermarket besar ternyata selalu menyisakan sayur-mayur yang tidak layak pajang. Ya, hanya karena alasan tidak layak pajang atau tidak menarik sehingga tidak lolos quality control, sayur-sayuran tersebut dengan terpaksa dikembalikan lagi ke distributornya. Belum lagi sayur-sayuran yang sudah lewat dari batas pemajangan pun berakhir “dibuang” dan menjadi “sampah sayuran kurang segar lagi”.

Sayuran yang dikembalikan oleh pihak supermarket ke distributor pun jumlahnya terus menumpuk hingga berkarung-karung dengan status “return”. Memang sih sisa sayuran tersebut masih bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar baik diolah menjadi makanan sehari-hari, dijual kembali bahkan menjadi pakan ternak. Namun tetap saja sisa sayuran tersebut tidak habis sepenuhnya dan lagi-lagi berakhir menjadi “sampah” sayuran segar.

Beranjak dari hal tersebut, teman-teman yang terhimpun dalam Food Not Bombs chapter Bandung (selanjutnya kita sebut saja FNBBDG) menjalankan aksi mendistribusikan makanan secara gratis dengan prinsip memanfaatkan pengumpulan makanan yang bisa diperoleh secara gratis pula. Beruntungnya, teman-teman dari FNBBDG mendapatkan akses berkenalan dengan suplier sayuran Lembang, sehingga sayur-sayuran yang tidak lolos QC tersebut didonasikan untuk kegiatan FNB.

Meski kegiatan FNB membagikan makanan, mereka enggan menyebutnya dengan kegiatan amal. Aksi yang mereka lakukan lebih tepatnya disebut sebagai media kampanye politis dengan dan salah satu bentuk perlawananan terhadap sistem dengan mempergunakan isu pangan. Aksi mendistribusikan makanan gratis ini rutin dilakukan setiap hari minggu sore di Taman Cikapayang dan depan Planet Dago.

Hari minggu kemarin saya berkesempatan untuk ikut serta kegiatan teman-teman FNB. Awalnya memang tidak sengaja saya bisa ikutan. Kebetulan teman-teman FNB ini agenda masaknya selalu dilakukan di rumah senior saya yang sudah saya anggap sebagai teteh atau tante yaitu Bu Djuni. Ya, saya sering banget datang ke rumahnya terutama pada saat jam makan malam. Entah sudah keputus urat laparnya atau kepepet lapar jadi saya sudah tidak malu-malu untuk sering berkunjung. Mbah (Ibunya Bu Djuni) pun sudah memaklumi kebiasaan saya dan tidak sungkan untuk berbagi makanannya kepada makhluk menyedihkan yang satu ini. Saya memang tidak perlu bayar, cukuplah dengan mengajak anaknya Bu Djuni si Nino bermain haha hihi.

Kesibukan teman-teman FNB dimulai pada jam tiga sore di Gang Gagak. Dari menanak nasi, mengupas dan memotong sayuran, hingga akhirnya memasak dilakukan di dapur Mbah. Setiap minggunya ada hampir satu karung atau lebih sayuran yang teman-teman FNB ambil dari Carrefour PvJ yang merupakan sisa sayuran return dan sudah dilabeli dengan tulisan FNB. Menurut Joe, salah seorang relawan FNB mengatakan bahwa satu karung itu jumlah yang kecil. Ada berkarung-karung sayuran dengan label “return” menumpuk di gudang, dan FNB hanya mampu mengolah satu karung saja dan itu pun masih bersisa.

Jenis sayurannya pun beragam. Kalau teman-teman pernah belanja sayuran di supermarket, biasanya sayur-sayuran tersebut diwadahi dengan stereofoam dan dibungkus kedap udara dengan plastik bening. Begitu pula dengan isi karung yang terdiri dari kacang buncis, brokoli, kol, mentimun jepang, kentang, bawang daun, bawang putih, paria, cabe rawit, jamur kancing, dan jamur kulit masih dalam kemasan yang menarik dan barcode yang melilit. Walhasil akhirnya sayuran tersebut diolah menjadi cap cay (menu paling cepat dan mudah).

Setelah beres memasak kini kami bersiap-siap untuk berangkat ke Taman Cikapayang. Cuaca hari itu dan hari-hari sebelumnya memang sedikit kurang bersahabat sehingga FNB lebih memilih di bawah jembatan. Tidak menunggu lama, para tunawisma yang sepertinya sudah cukup kenal langsung menghampiri dan mengambil makanan yang disediakan.

Biasanya tidak butuh waktu lama agar makanan tersebut habis. Mungkin gerimis hujan membuat aktivitas disana cukup sepi daripada biasanya. Tapi pada akhirnya makanan itu habis semua tak bersisa. Pendistribusian makanan gratis telah usai, kini kami bersiap-siap membereskan segala perlengkapan dan kembali ke Gang Gagak untuk mencuci piring sendok dan gelas kotor.

Akhirnya sisa-sisa sayuran itu bisa termanfaatkan kembali. Padahal setiap harinya dunia ini membuang banyak bahan pangan layak makan hanya demi menjaga stabilitas ekonomi, sedangkan di sisi lain dunia juga dihuni oleh mereka yang tak memiliki akses yang layak pada makanan, apa yang engkau lakukan?

Di repost dari blog saya di http://agungsmail.wordpress.com category kita bisa menyelamatkan bumi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline