pagi itu, seperti biasa Arif langsung berangkat ke sekolahnya tanpa pamit dan peduli pada ibunya. Sejak ayahnya meninggal dunia, sikap Arif berubah. Ia menjadi kasar dan tidak peduli pada lingkungannya. Ibunya yang sudah cukup tua pun sering sakit hati melihat tingkah laku anaknya tersebut. Besok adalah hari ulang tahun ibunya. Arif seakan tidak peduli dengan hal itu. Seperti biasa, ia pergi ke sekolahnya dengan berjalan kaki. Ia sudah sering mengeluh kepada ibunya untuk dibelikan motor, namun ibunya tidak punya cukup uang untuk mengabulkan permintaannya.
Sesampainya di sekolah ia langsung menyapa teman-temannya dan langsung menuju ke belakang sekolah untuk merokok dan nongkrong-nongkrong bersama teman-temannya. Hari itu, lagi-lagi Arif tidak masuk kelas padahal ia sudah kelas III SMA dan tidak lama lagi akan menghadapi Ujian. Ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermain gitar dan merokok di belakang sekolah bersama teman-temannya. “Rif, kapan kamu akan membayar hutangmu yang kemarin?”, tanya salah satu temannya. “Nanti sore pasti kubayar, jangan takut”, Arif menjawab dengan yakin meskipun sebenarnya ia sedang tidak memegang uang sedikit pun.
Siang harinya, ia bolos ke luar sekolah dengan meloncati pagar sekolah. Ia pergi ke sebuah pasar di dekat sekolahnya dan mencoba mencopet karena butuh uang untuk membayar hutang pada temannya. Ia berhasil mengambil dompet korbannya namun belum sukses melarikan diri dari kejaran masa. Akhirnya ia gagal melarikan diri. Arif babak belur dihakimi masa dan akhirnya dibawa ke kantor polisi untuk ditindak lebih lanjut. Setibanya di kantor polisi, orang tua Arif langsung ditelpon dan diminta untuk datang ke kantor polisi. Ibunya kaget dan langsung menangis mendengar anak satu-satunya harus berurusan dengan polisi. Dengan wajah babak belur karena dihajar masa, Arif menangis dan menyesali perbuatannya. Ia menyesal karena selalu mengecewakan ibunya. Bahkan saat ibunya sakit sekalipun ia tidak pernah peduli dengan keadaan ibunya. Ia hanya sibuk bergaul dengan teman-temannya. Dalam tangisannya, Arif berjanji akan membahagiakan ibunya. Ia berjanji dengan dirinya sendiri untuk langsung mencium kaki sang ibu saat ibunya datang menjemputnya di kantor polisi.
Detik demi detik, menit demi menit, dan tiga jam sudah berlalu. Orang tua Arif belum juga datang. Arif pun merasa gelisah. Setelah tiga jam lewat, akhirnya telpon arif berbunyi. Di ujung telpon terdengar suara petugas rumah sakit yang mengabarkan bahwa ibunya sedang dalam kondisi kritis setelah mengalami tabrakan dalam perjalanan menuju kantor polisi. Ibunya tertabrak sebuah mobil saat menyeberangi jalan. Arif pun histeris. Ia langsung menuju rumah sakit dengan diantar oleh pihak kepolisian. Di tengah perjalanan, ia meminta untuk berhenti dan membeli setangkai bunga untuk sang ibu. Nampaknya Arif ingin memberikan sebuah kado ulang tahun untuk ibunya.
Sesampainya di rumah sakit, Arif berlari menuju kamar sang ibu. Ia kaget karena ibunya tidak ada di ruangan. Ia mencari informasi ke sana kemari dan akhirnya ia mendengar sebuah kabar buruk yang sesungguhnya tidak ingin ia dengar. Ibunya baru saja dipindahkan ke kamar mayat. Ya..ibu Arif tidak bisa diselamatkan. Ia meninggal dunia karena kehabisan darah. Setelah mendengar kenyataan pahit itu, Arif pun terdiam. Bunga yang baru ia beli jatuh ke lantai. Ia berlari menuju jenazah sang ibu. Ia menangis histeris seakan tidak bisa menerima kenyataan. Tangisannya semakin dalam ketika ia menemukan sebuah dokumen pembelian sepeda motor di dalam tas ibunya. Rupanya hari ini ibunya berhasil mengumpulkan uang dan membelikan sebuah sepeda motor untuk Arif. Ia sangat menyesal karena selama ini hanya bisa mengeluh dan mengeluh. Salah seorang saksi mengatakan bahwa selama ini ibunya Arif menjadi pengamen dan penjual kue di pasar. Biar bagaimanapun, tangisan Arif tidak dapat mengembalikan apa-apa. Ia sudah terlambat untuk menyesal. Semua telah terjadi.
Bagi Anda yang masih mempunyai orang tua, sayangilah mereka. Berikan yang terbaik untuk mereka. Jangan sampai kita menyakiti hati mereka apalagi sampai membuat mereka menangis. Sudahkan Anda menanyakan kabar orang tua Anda sekarang? Jika belum, telponlah mereka. Tanyakan keadaan mereka dan katakan bahwa Anda sangat menyayangi mereka. Jangan sampai terlambat. Karena kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi besok bahkan satu detik ke depan. Semoga ada sesuatu yang bisa kita petik dari cerita ini. Sekian…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H