Salah satu ciri guru pembelajar adalah gemar melakukan refleksi. Refleksi ini merujuk bagaimana seorang guru memiliki kemauan dan kesadaran untuk merenungi serta memahami , menemukan permasalahan-permasalahan, sekaligus mencari solusi guna memperbaiki proses pembelajaran secara terus menerus agar pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan dengan lebih maksimal baik di dalam, maupuan luar kelas.
Lebih lanjut, kegiatan refleksi yang dilakukan oleh seorang guru harusnya memiliki output yaitu bagaimana seorang guru yang melakukan refleksi mampu tergerak sekaligus menggerakkan untuk merancang serta melakukan inovasi dalam pembelajaran sehingga timbul pembelajaran yang lebih menarik, pembelajaran yang lebih bermakna serta pembelajaran yang lebih mampu mengakomodasi seluruh peserta didiknya dari beragam aspek demi keberhasilan belajar yang lebih optimal.
Kemampuan refleksi ini selanjutnya diharapkan mampu membuat guru kemudian menemukenali potensi-potensi terpendam yang ada pada setiap diri peserta didik. Potensi berupa minat dan bakat yang dianugrahkan oleh tuhan yang mungkin tidak disadari oleh orang tua, lingkungan, bahkan dari peserta didik itu sendiri.
Dengan tugas guru yang kini cenderung menumpuk, kadang sebagian guru terjebak pada rutinitas administrasi yang menghabiskan pikiran, tenaga dan juga waktu. Jangan kan melakukan refleksi, guru masa kini cenderung ikut arus, sedikit kaku, cenderung monoton dan lebih suka main aman. Guru lebih senang mengajar dengan pakem kurikulum yang kadang menghabiskan waktu sehingga tidak sempat bagi guru untuk melihat siapa peserta didiknya, apa latar belakang mereka, hingga akhirnya cenderung mengesampingkan minat dan bakat yang sebenarnya sudah ada di dalam peserta didiknya.
Masalah kian kompleks ketika kegiatan refleksi ini cenderung diartikan sebagai kegiatan yang buang-buang waktu, cenderung membebani dan hanya dipahami sebagai bagian dari administrasi sehingga jarang dilakukan oleh guru. Suatu kecenderungan yang akhirnya melahirkan generasi yang kemudian lebih senang untuk ikut arus, minim inovasi alih-alih penuh prestasi. Sesuatu pencapaian yang perlu digarisbawahi dan dicarikan solusi.
Generasi-generasi masa depan yang lahir dari guru yang kurang refleksi akhirnya menjadi generasi-generasi yang disebut "The Strawbery Generation" sebuah generasi baru yang cenderung lemah, yang jalan hanya jika di perintah generasi yang konsumtif bukan generasi yang produktif, generasi yang cenderung destruktif bukan generasi solutif dan kreatif.
Refleksi harusnya tidak hanya dipahami sebagai bagian administrasi. Refleksi harusnya mampu dipahami sebagai bentuk tanggung jawab yang dilakukan oleh seorang guru untuk mampu menciptakan generasi-generasi masa depan yang kuat, genarsi yang sehat, generasi berakal dan berbudi luhur, generasi yang mampu berkompetisi bukan lagi generasi yang hanya mampu bermimpi. Masalahnya generasi tersebut hanya lahir dari apa yang disebut refleksi. Pertanyaannya, bagaimana seorang guru mengharapkan anak didiknya pandai berenang jika gurunya sendiri tidak mampu berenang?
Penulis: Agung Setiawan, S.Pd.,Gr.
Mengajar di SMP Negeri 1 Bunguran Selatan
Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI