Lihat ke Halaman Asli

Agung Wasita

pegawai swasta

Jangan Percaya Narasi Sempit

Diperbarui: 4 Juli 2024   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

batam xinwen

Pada tanggal 19 Juli 2017, Pemerintah dalam hal ini kemenkumham menetapkan kebijaksanaan untuk membubarkan organisasi massa , Hisbut Tahrir Indonesia.  Ada tiga alasan pembubaran oleh Menkopolkam Wiranto waktu itu

Alasan pertama adalah sebagai ormas berbadan hukum, pemerintah tidak menemukan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses Pembangunan Indonesia. Peran positif ini sangat diperlukan seluruh ormas untuk mencapai tujuan nasional.

Alasan kedua adalah kegiatan yang sering dilakukan oleh HTI mengindikasikan bertentangan dengan tujuan, azas dan padangan yang selaras dengan Pancasila dan UUD 1945. Dan ketiga adalah pemerintah kerap menemukan benturan dalam masyarakat karena ormas ini sehinbgga dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat. Ini tentu saja berbahaya bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik.

Memang pada saat itu sering beredar baik di media massa atau di media sosial soal statement para aktivis HTI dan simpatisannya yang menentang dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Mereka menyebut landangan dan filosofi negara kita adalah thagut. Thaghut mengacu pada apa saja yang disembah selain Allah SWT. Sederhananya thaghut adalah sesat.

Karena thagut ini, para tokoh dan simpatisan HTI mendorong masyarakat untuk percaya bahwa Pancasila dan UUD 1945 harus ditinggalkan. Inilah salah satu sebab, masyarakat resah dan menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan pertentangan dalam masyarakat. Inilah yang kemudian pemerintah merasa perlu mengkaji ulang  ormas ini dan kemudian berusjung pada pembubarannya.

Sampai sekarang meski ormas itu secara resmi dibubarkan seringkali ada visual disertai narasi yang menyinggung soal khilafah. Dalam narasi itu juga disebutkan bahwa jika seseoang berselisih soal khilafah maka dia divonis sesat. 

Mereka memanfaatkan umat beragama yang masih rentan terjebak dalam praktek formalistis dogmatis. Ini yang kemudian dimanfaatkan  para tokoh eks HTI untuk memasukkan hal ini sebagai  doktrin keagamaan yang eksklusif .

Doktrin keagamaan yang eksklusif ini yang sering mereka sebarkan ke para simpatisan. Narasi mereka seringkali tanpa konteks dan sempit namun dengan logika-logika kuat sehingga banyak orang yang percaya. Inilah tantangan kita semua.

Sebagai warga Indonesia yang sangat majemuk, tentu kita sedih dengan upaya-upaya membangun narasi sempit ini. Kita harus membangun keyakinan bahwa narasi-narasi yang mereka sebarkan adalah salah dan tak perlu dipercayai. Itu hanya membuat kita resah dan goyah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline