Tradisi bisyaroh yang lazim dilakukan di lingkungan pesantren tampaknya menghadapi masalah perbedaan tafsir dan pemaknaan. Salah satunya yaitu yang terjadi baru-baru ini di pucuk pimpinan PPP. Karena terpeleset lidah terkait ilustrasi pemberian amplop kepada pesantren sebagai sebuah keharusan, Ketum Suharso Monoarfa disomasi dan bahkan dilaporkan ke polisi. Tak lama terdengar kabar --hari ini-- beliau harus lengser dari jabatannya (Kompas.com, 5/09/2022).
Pemicunya yaitu pidato Suharso Monoarfa di gedung KPK, 15/8/2022, yang menyinggung perihal amplop/bisyaroh dalam sudut pandang sebagai sebuah problem (Kompas.com, 22/08/2022). Hal itu memicu ketidaknyamanan sebagian konstituen atau tokoh yang berujung desakan agar Kepala Bappenas itu mundur.
Atas kesilapan yang terjadi, mantan Menteri Perumahan Rakyat ini sudah minta maaf. Namun tiga majelis di DPP PPP bergeming; surat pemberhentian untuk Suharso pun dilayangkan sampai yang ketiga kali pada 30 Agustus lalu.
Permohonan maaf ternyata tak cukup sepadan untuk menebus kekeliruan. Sementara Suharso sendiri terlihat kurang begitu antusias mempertahankan diri atau posisi politiknya. Mungkin juga politisi senior partai Kakbah ini ingin fokus mengurus agenda-agenda kementerian yang diamanatkan Jokowi.
Soal kaitan dengan proses politik menjelang Pemilu 2024 memang bisa saja terjadi. Ditengarai ada dinamika internal partai penyintas era orde baru tersebut yang sudah tercium sejak Juni 2022 meski kurang terekspose.
Untuk meneruskan masa kepengurusan DPP PPP periode 2020-2025, posisi ketua umum dipegang oleh pejabat pelaksana tugas (Plt.), M. Mardiono. PPP tidak mengusik jabatan Suharso di kabinet; posisinya masih sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas hingga 2024.
Bisyaroh sebagai sebuah penghormatan
Memang sulit untuk membuat kerangka definisi bisyaroh yang sudah menjadi tradisi dan dengan penerapannya yang variatif. Dan tidak tertutup kemungkinan juga bahwa hal itu menjadi kerentanan ketika ada pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi.
Berdasarkan pengamatan penulis memberikan bisyaroh itu merupakan sebuah kebanggaan karena dapat memberikan penghormatan kepada sosok kyai pesantren.
Misalnya pada momen lebaran tahun ini saat penulis mudik setelah 2 tahun sebelumnya berturut-turut dicegat pandemi. Dalam kesempatan tersebut bersyukur bisa berjumpa dengan kawan lama setelah belasan tahun berpisah mengikuti nasib masing-masing.