Perang data terjadi di sekitar Monas. Pemprov DKI berkirim surat ke Kemensos agar data bansos ganda di wilayahnya segera diperbaiki by name, by address. Harus cepat karena korban corona tak sabar menunggu.
Kemensos langsung menjawab Jakarta lewat panglimanya langsung, Mensos Risma.
Bukannya data DKI yang telat update? Kok malah tanya ke pusat! Inti jawaban kurang lebih begitu.
Terkait adu data bansos antara Jakarta di bawah Anies versus Kemensos di tangan Risma, untuk sementara yang pusat tampak lebih unggul. Meski terkesan hati-hati dengan jawaban yang dikatakan, argumen mantan Walkot Surabaya terlihat lebih kokoh.
Ada dua hal yang menjadi dasar pernyataan Risma. Pertama yaitu terkait prosedur; yang kedua terkait data pembanding.
Mensos mengatakan bahwa pusat menerima data dari daerah. Oleh pusat --sejak ia menjabat, Januari 2021-- data dari daerah disisir rapi. Yang ganda ditunggalkan, yang bodong dikosongkan. Setelah tertib baru dikembalikan ke yang empunya. Prosedur itu berdasar UU No 13 Tahun 2011.
Contoh yang diajukan Risma yaitu Papua.
Ada satu kabupaten yang tadinya cuma punya data 15.000 PKH naik jadi 28.000. Hal itu dapat dilakukan karena data ganda yang dibereskan memberi kesempatan penerima baru untuk mengisinya.
Agak unik soal contoh Papua ini. Tampaknya Risma ingin menjawab soal tudingan mendiskreditkan daerah ini yang dipelintir seolah-olah berbau rasis pada waktu terjadi insiden sidak di Bandung.
Pertengahan Juli lalu Risma mengancam staf Kemensos Bandung yang lamban bekerja untuk dimutasi ke Papua. Maksudnya ke daerah yang lebih jauh, bukan terkait suku atau daerah tertinggal.