Lihat ke Halaman Asli

Telisik Data

TERVERIFIKASI

write like nobody will rate you

Data Bansos Belum Akurat, Pajak Sembako Bebani Warga Miskin

Diperbarui: 11 Juni 2021   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warung sembako (okezone.com/ Arif Julianto).

Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk beberapa objek yang sebelumnya tidak kena pajak. Sembilan bahan pokok --sembako-- , pelayanan medis, dan pendidikan termasuk sektor yang akan disasar.

Jubir Kemenkeu Yustinus Prastowo mengatakan bahwa peningkatan PPN ini masih dalam kajian sebelum dibahas bersama DPR. Alasan kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak dan agar subsidi pemerintah untuk warga miskin lebih tepat sasaran melalui penyaluran bantuan sosial.

Latar belakang lainnya yaitu kondisi keuangan pemerintah yang secara global sedang terpuruk memang memang terjadi. Kemudian dari segi besaran pajak, PPN di Indonesia hanya 10% sedangkan di 127 negara lain nilainya mencapai 15,4%. Hal tersebut semakin menekan angka penerimaan pendapatan.

Yustinus Prastowo, jubir Kemenkeu (kompas.com, 10/6/2021):

"Di sisi lain pemerintah memperkuat perlindungan sosial. Semakin banyak keluarga mendapatkan bansos dan subsidi diarahkan ke orang. Maka jadi relevan: bandingkan potensi bertambahnya pengeluaran dengan PPN (misal 1 persen atau 5 persen), dengan bansos/subsidi yang diterima rumah tangga."

Keinginan  pemerintah meningkatkan penerimaan pajak harus kita dukung termasuk terobosan program tax amnesty. Langkah membuka wacana untuk menerima saran dan masukan dari warga juga harus kita apresiasi.

Berkaitan dengan hal tersebut ada baiknya kita memanfaatkan keterbukaan pemerintah ini untuk memberi sumbang saran supaya kebijakan pemerintah tidak salah jalan.

Salah satu yang perlu kita cermati dari rencana kenaikan PPN, terutama sembako, adalah agar subsidi untuk warga miskin lebih tepat sasaran melalui distribusi bansos. Menurut Kemenkeu subsidi PPN saat ini dinikmati juga semua kalangan sehingga terasa kurang fair.

Yang menjadi masalah yaitu dengan kenaikan PPN maka harga akan meningkat. Di sisi lain program bansos saat ini masih terkendala masalah data warga penerima yang belum akurat. Hal itu sudah diakui oleh Presiden Jokowi sendiri dan Mensos Risma.

Dengan kondisi data penduduk yang masih amburadul maka ada potensi warga miskin yang belum terdata menanggung beban dua kali. Pertama, tidak menerima bansos yang menjadi haknya. Kedua, pada saat warga miskin yang tak terdata tadi membeli sembako di pasaran maka otomatis daya belinya akan semakin menurun.

Presiden Jokowi (kompas.com, 21/5/2021):

"Berkaitan dengan akurasi data juga masih menjadi persoalan sampai saat ini. Dampaknya ke mana-mana, contoh data bansos tidak akurat, tumpang tindih membuat penyaluran tidak cepat, lambat dan ada yang tidak tepat sasaran."

Bagi warga yang menjadikan sembako sebagai bahan baku untuk kegiatan usaha, kenaikan PPN akan mengurangi produktivitas. Hal itu berarti potensi menurunnya pendapatan yang akan mempersulit tercapainya kehidupan yang layak. Kesulitan bertambah saat sektor pendidikan dan jasa kesehatan juga kena pajak.

Agar rencana kenaikan PPN lebih tepat sasaran seharusnya pemerintah fokus kepada objek pajak yang lebih banyak dikonsumsi warga berpendapatan menengah ke atas. Untuk jenis objek pajak yang menjadi kebutuhan dasar maka penduduk yang kurang mampu akan lebih rentan posisinya.

Antrean di gerai McD saat menu baru BTS meal diperkenalkan, 9/6/2021 (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki).

Salah satu kasus aktual yang terjadi adalah antrean panjang driver ojol di depan gerai McD kemarin saat merilis menu khusus meal BTS bekerja sama dengan boyband Korea. Kondisi tersebut menunjukkan kelompok yang mampu memenuhi kebutuhan sekunder --bahkan tersier-- di Indonesia masih cukup banyak. Jenis-jenis objek pajak seperti inilah yang lebih masuk akal untuk dikenai tambahan PPN, bukan beras, minyak goreng, gula, dan terigu.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline