Dana bantuan 9 M dari pemerintah untuk pembangunan museum SBY-ANI di Pacitan menimbulkan kontroversi publik.
Namun seakan tak mau kalah, kemudian muncul pengimbang dengan adanya sensasi dari pihak mantan presiden yang lain. Kabupaten Klaten membangun monumen jasa berupa gedung bernilai 90 M yang rencananya akan diberi nama Grha Megawati.
Meskipun dana pemerintah yang digunakan tersebut secara legal formal mungkin sah dan yang bersangkutan tidak tahu menahu, tetapi aroma politis ashobiyah kepartaian tetap saja terasa.
Perlu ditelisik lebih mendalam, seberjasa apa sih seorang pejabat negara (yang masih hidup) harus dikenang dan diabadikan namanya? Kemudian menyangkut dana anggaran, berapakah nominal yang wajar untuk hal-hal seperti itu?
Dan tentunya skala prioritas juga penting dipertimbangkan terutama pada saat krisis akibat pandemi sekarang ini.
Bagi yang bersangkutan tentu perlu dipikir lagi baik-baik. Bukan tak mungkin dana bantuan akan menjadi bumerang yang justru merugikan.
Museum SBY-Ani diberitakan memperoleh BKK (Bantuan Keuangan Khusus) dari Pemprov Jatim, disetujui Desember 2020. Akan tetapi uang untuk Yudhoyono Foundation tersebut masuk pula APBD Pacitan 2021 (kompas.com, 17/ 02/ 2021).
Bupati Pacitan Indartato sendiri adalah kader Demokrat, partainya SBY. Indartato memimpin Pacitan sejak 2011 sehingga tahun ini berarti menjelang genap 10 tahun lamanya.
Di tingkat provinsi, Demokrat adalah pengusung petahana Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak. Wakil Gubernur Emil Dardak adalah kader Demokrat sejak 2018, sedangkan Khofifah berasal dari PKB yang justru mendukung Saifullah Yusuf pada saat itu.
Bupati Klaten Sri Mulyani (detik.com, 19/ 02/ 2021):
"Gedung itu memang Grha yang rencananya kalau memang diperkenankan oleh Ibu Megawati, akan saya namai Grha Megawati. Karena gedung itu memang sangat layak lah kalau dinamai sesosok Ibu Megawati, presiden ke-5 RI agar orang tahu sejarah."
Dalam pembangunan gedung serbaguna di Klaten mirip pula kasusnya. Bupati Sri Mulyani sebelumnya adalah wakil dari Sri Hartini untuk periode 2016-2021. Setelah Sri Hartini menjadi tersangka KPK akibat kasus suap otomatis Sri Mulyani menjadi pengganti.
Suami Sri Mulyani yaitu Sunarna adalah kader PDIP yang memimpin Klaten selama dua periode, 2005 hingga 2015. Catatan politiknya menunjukkan bahwa Sunarna pernah pula bernaung di Golkar tahun 2005-2010.