Pemilu tahun ini sudah terselenggara dengan lancar. Hasil coblosan pemilih dari seluruh Nusantara, sekitar 800.000 TPS sedang dihitung satu per satu. Detik demi detik, persen demi persen suara jadi perhatian berjuta mata, ditayangkan lewat media massa atau media sosial kita.
Namun ada berita menyedihkan di balik pesta demokrasi yang sungguh menghentak rasa kemanusiaan kita. Tercatat hingga 23 April, 119 petugas KPPS, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, dan 15 anggota Polri gugur dalam tugas terkait pelaksanaan pemilu raya tersebut. Ada pula yang 'sekadar' pingsan, sakit, atau ibu hamil yang mengalami keguguran karena capek yang berlebihan, jumlahnya sekitar 548 orang.
Penyebab kematian mereka bermacam-macam. Ada yang karena sakit, kecelakaan, ada pula yang kelelahan. Seorang saksi partai yang masih sekolah SMA ikut menjadi korban setelah bertugas di TPS selama 24 jam lebih!
Penderitaan keluarga anggota KPPS yang meninggal juga bertambah karena menurut KPU mereka tidak mendapatkan asuransi. Bagaimana jika di antara yang meninggal itu adalah sandaran kehidupan mereka selama ini.
Warga dunia maya mengapresiasi pengorbanan mereka yang terlibat dalam Pemilu 2019 ini dengan tagar #PahlawanPemilu dan #ElectionHeroes. Tenyata di balik kehebohan dan hiruk pikuk politik Indonesia belakangan ini ada harga yang harus dibayar.
Tingginya jumlah kematian akibat penyelenggaraan pesta demokrasi pun menjadi keprihatinan banyak pihak.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menganggap penyelenggaraan Pemilu kita saat ini tidak rasional dan tidak manusiawi beban kerjanya bagi petugas. Pemilu serentak untuk memilih presiden dan legislatif mengakibatkan jumlah dokumen yang harus diisi secara manual menjadi bertambah. Belum lagi tekanan psikologis dan tenggat waktu yang singkat.
Ketua KPU Provinsi Jawa Barat Rifqi Alimubarok mengatakan bahwa faktor lamanya durasi penghitungan suara menjadi penyebab kelelahan para petugas di lapangan. Jawa Barat adalah provinsi di mana petugas KPPS yang meninggal jumlahnya paling banyak, ada 12 orang. Jam kerjanya jauh melebihi ukuran jam kerja normal 8 jam. Rata-rata proses penghitungan suara bisa rampung hingga lewat tengah malam.
Rifqi Alimubarok:
"Kan ada lima jenis pemilihan, berarti lima jenis formulir C1. Itu banyak itemnya hampir 20-30 lembar. Kali saksi 16 partai, kali DPD, tambah pengawas TPS untuk Bawaslu. jadi Kalau komplit semua misalkan ada 50 set manual."
Mengenai Pemilu serentak sendiri Mantan Ketua Majelis Konstitusi Mahfud MD menjelaskan bahwa hal itu adalah keputusan MPR yang telah disetujui MK. Menurutnya tafsir serentak itu tidak berarti harus satu hari selesai. Mahfud juga setuju jika penyelenggaraan pemilu yang sudah memakan banyak korban jiwa ini perlu dikaji ulang.
Dalam penyelenggaraan pemilu sebelumnya, korban jiwa akibat kelelahan juga terjadi, tetapi jumlahnya tidak sebanyak periode sekarang. Tercatat ada 3 petugas KPPS yang meninggal dunia pada Pemilu 2014 lalu.