Hari ini ada 2 klarifikasi kekeliruan tayangan quick count Pilpres 2019 yang terjadi kemarin, yaitu di Metro TV dan Indosiar.
Metro TV menayangkan hasil quick count 6 lembaga survei yang memenangkan Prabowo-Sandi, padahal seharusnya untuk paslon Jokowi-Ma'ruf, terjadi pada pukul 15.11.
Enam lembaga survei tersebut adalah: LSI, Indo Barometer, Charta Politika, Voxpol, Poltracking, dan SMRC. Tayangan live event tersebut kemudian direkam oleh warganet dan kemudian tersebar di medsos. Narasi dalam video tersebut mengatakan bahwa Prabowo-Sandi sebenarnya yang memenangkan pilpres.
Berikutnya kekeliruan tayangan yang terjadi pada stasiun TV Indosiar, waktu hampir bersamaan.
Indosiar menampilkan siaran langsung hitung cepat dari LSI Denny JA dengan informasi yang terbalik, Prabowo-Sandi unggul 55,41% pada saat sampel masuk baru 60,75%. Paslon Jokowi-Ma'ruf yang seharusnya unggul malah memperoleh suara 44,59%. Serupa dengan kasus di Metro TV, tayangan itu direkam warganet dan lalu tersebar.
Pihak Metro TV kemudian mengklarifikasi pada malam harinya, pukul 21.56 yang dilakukan oleh presenter Kevin Egan. Sementara kekeliruan tayangan di Indosiar diklarifikasi oleh pihak LSI Denny JA sendiri.
Agak janggal jika dikatakan bahwa kekeliruan tayangan di dua stasiun TV swasta tersebut merupakan kesalahan teknis atau human error. Polanya sama: tayangan keliru, direkam video, disebar di medsos.
Jika kekeliruan tersebut dilakukan secara sengaja, tampaknya ada dua sasaran yang dibidik pelaku. Yang pertama, memperkuat framing terjadinya kecurangan oleh lembaga penyelenggara pemilu; dan yang kedua yaitu untuk deligitimasi lembaga survei penyelenggara quick count. Muaranya adalah ketidakpercayaan publik pada penyelenggaraan pesta demokrasi yang menelan biaya Rp 24 triliun ini.
Pola kekeliruan tayangan di atas juga mengingatkan kita pada sabotase yang terjadi pada LED running text di Puskesmas di Semarang yang kemudian juga terjadi pada running text sebuah bank. Ada manipulasi informasi yang ditayangkan di area publik. Konten yang disampaikan berganti menjadi kampanye untuk memenangkan Prabowo-Sandi.
Kasus pembajakan running text di Semarang yang viral itu juga hingga kini belum jelas siapa pelakunya. Tidak mudah memang mengungkap kasus-kasus seperti ini karena ranahnya sangat teknis sehingga sulit diikuti oleh pemahaman masyarakat awam.
Berbeda dengan kasus di dunia nyata yang bisa diamati oleh panca indera. Kasus surat suara tercoblos, pembakaran motor, atau hoaks yang disebarkan secara door to door di dunia nyata; adalah kasus konvensional yang gampang dicerna karena benda fisiknya lebih nyata.