Setelah disumpah dengan kitab suci Al Quran, Direktur Riset Sabang-Merauke Institute, Syahganda Nainggolan, memaparkan hasil survei Pilpres 2019 di Pulau Jawa. Pengambilan sumpah dianggap perlu sebagai penegasan bahwa survei yang dilakukan tidak manipulatif atau berdasarkan pesanan pihak tertentu seperti tuduhan-tuduhan selama ini.
Release hasil survei SMI menyatakan bahwa prediksi perolehan suara masing-masing paslon adalah sebagai berikut:
- Jokowi-Ma'ruf : 49,32%
- Prabowo-Sandi : 42,71%
- Belum memilih : 7,97%
Jika kita menggunakan angka moderat ratio 50:50 untuk penambahan suara dari undecided voters, maka masing-masing paslon mendapat perolehan suara:
- Jokowi-Ma'ruf : 53,30%
- Prabowo-Sandi : 46,70%
Sementara, hasil Pilpres 2014 lalu, pasangan Jokowi-JK di Pulau Jawa memperoleh suara:
- Jokowi-JK : 51,97%
- Prabowo-Hatta : 48,03%
Perincian tiap-tiap provinsi adalah sebagai berikut:
- Banten : 42,90%
- DKI : 53,08%
- Jabar : 40,22%
- Jateng : 66,65%
- DIY : 55,81%
- Jatim : 53,17%
Penduduk Jawa kecewa pada Jokowi
Hasil survei SMI tersebut bukanlah hasil yang menggembirakan bagi Jokowi-Ma'ruf. Dengan peningkatan suara yang sangat tipis dapat kita baca bahwa kerja Jokowi selama periode pertama tidak terlalu dirasakan oleh penduduk di pulau paling padat di Indonesia ini. Kesimpulannya, ada kekecewaan penduduk Jawa terhadap kepemimpinan Jokowi.
Dari segi rasa keadilan, orientasi pembangunan Jokowi yang menolak Jawa sentris sebenarnya adalah suatu investasi yang luar biasa bagi terjaganya keutuhan NKRI. Pulau Jawa yang selama ini menjadi anak emas pembangunan selama beberapa dekade, sekarang harus merasakan "paceklik" guyuran APBN karena Jokowi mengalihkannya ke luar Jawa.
Kebijakan BBM satu harga, pembangunan jalan trans di setiap pulau, revitalisasi pelabuhan dan bandara di seluruh pelosok Nusantara, adalah political will konsep pembangunan Jokowi yang menggeser prioritas pembangunan Pulau Jawa. Pilihan politik pembangunan Jokowi ini layak menempatkannya sebagai sosok negarawan yang bekerja tidak berdasarkan elektabilitas.
Jokowi, 12/2/2019 (detik.com):
"Sebetulnya kalau saya orang politik, kalau saya orang politik, bangun itu di Jawa saja. Karena 149 juta penduduk kita ini ada di Jawa. Return politiknya cepat, ekonomi juga cepat. Tapi kita membangun negara."
Ribuan triliun utang luar negeri di masa Jokowi seolah-olah cuma numpang lewat saja di kantor pusat bank-bank di Jawa untuk kemudian mengalir ke proyek-proyek besar di luar Jawa. Hal inilah yang barangkali membuat ekonomi Jawa stagnan dan berimbas pertumbuhan ekonomi nasional yang tidak terlalu melesat.