Lihat ke Halaman Asli

Telisik Data

TERVERIFIKASI

write like nobody will rate you

Pilpres 2019, Mahfud MD untuk Cawapres Jokowi

Diperbarui: 22 Juli 2018   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(politiktoday.com)

Mendekati tenggat waktu deklarasi calon presiden untuk Pilpres 2019 suhu politik Indonesia semakin hangat.

Publik terombang-ambing isu apakah Prabowo jadi maju lagi untuk laga rematch, dan isu tentang siapa yang akan menjadi cawapres petahana, Presiden Joko Widodo.

Tentang sosok cawapres Jokowi, di tengah-tengah kebisingan dan simpang siur prediksi yang bertabur di media, konon anak AM Hendropriyono yaitu Diaz Hendropriyono tiba-tiba memasang logo Mc Donald di akun instagramnya. Isyarat Ketum PKPI tersebut ditangkap netizen bahwa itu adalah inisial nama cawapres pilihan Jokowi, MD, kalau tidak Mahfud MD ya berarti MoelDoko!

Bisa diperdebatkan mengenai tebakan inisial MD itu. Karena, bisa saja nama yang dipilih Jokowi adalah Mbak Sri Mulyani InDarwati, atau Mbak Susi PuDjiastuti.

Dari nama-nama yang muncul, termasuk juga nama-nama yang tidak ada hubungannya dengan MD, saya lebih mengharapkan bahwa pada akhirnya nanti Jokowi akan memilih Prof. Mahfud MD sebagai calon wakil presiden beliau di Pilpres 2019 nanti.

Mengapa demikian? Bukankah lebih tepat Jenderal Purnawirawan Moeldoko untuk menjawab tantangan masalah keamanan? Kemudian ada Chairul Tanjung atau Sri Mulyani yang cakap untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia?

Jawabannya, benar! Tapi ada hal urgen, sangat mendesak, yang diam-diam mengancam ketertiban berbagai tatanan kehidupan bangsa dan negara saat ini. Masalah itu adalah masalah kepastian dan penegakkan hukum.

Indonesia berada dalam kondisi darurat hukum.

Agenda besar masalah hukum saat ini adalah:

  • meningkatnya kasus intoleransi akibat politik identitas,
  • korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah dan anggota lembaga legislatif,
  • peredaran narkoba skala besar,
  • polemik hukum yang terjadi akibat perkembangan teknologi informasi dan ekonomi digital,
  • dan antisipasi untuk menghadapi era ekonomi pasar bebas.

Tiga agenda yang pertama sudah merugikan dan sangat membebani keuangan negara.

Pertama, kasus intoleransi dan berkembangnya politik identitas. Demonstrasi rutin menggunakan simbol-simbol agama, kemudian ujaran kebencian berbau SARA di media sosial tarafnya sudah menjadi kekhawatiran tingkat nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline