Lihat ke Halaman Asli

Agung Sapta

Dokter Indonesia Bersatu

Mengapa DIB Gerakan Moral ?

Diperbarui: 15 Juli 2016   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ketika mendengar nama Dokter Indonesia Bersatu (DIB) mungkin tidak sedikit yang beranggapan DIB adalah sebuah organisasi profesi dokter saingan IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Padahal jelas bahwa DIB adalah sebuah gerakan moral yang tidak berbadan hukum dan praktis tidak memiliki keanggotaan yang mengikat sebagaimana organisasi pada umumnya. Tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa keberadaan DIB akibat adanya kelompok sakit hati yang kalah dalam persaingan menduduki elit organisasi profesi. Di jaman sekarang memang agak susah bisa memahami sebuah perjuangan idealisme itu murni tanpa motif-motif lain, sudah lazim terjadi persaingan dalam menguasai sebuah komunitas untuk kepentingan pribadi/ kelompok kecil. Tidak aneh pula mendirikan organisasi hanya untuk sebuah kepentingan sesaat. 

Organisasi kadang hanya digunakan untuk melawan kekuatan yang berkuasa tentunya memanfaatkan isu-isu yang populis bahkan tidak segan-segan menggunakan kata dan sikap keras hanya untuk meraih simpati, ketika sudah mendapat dukungan massa dan mulai tercapai kepentingannya maka hilanglah sikap kritis. Ada juga organisasi dalam bidang kesehatan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan materi lewat bantuan asing/ kekuatan kapitalis atau politik dengan dalih untuk mengatasi permasalahan padahal dapat menghilangkan independensi profesi.

Para oportunis sebenarnya mudah diidentifikasi dari inkonsistensinya dalam berkata-kata, bersikap dan berperilaku sehari-hari. Mereka memang pandai menempatkan diri, bagai cendawan yang pintar memilih inangnya, walaupun mungkin hidup dari bangkai busuk di tanah tetangga dia jalani daripada mati di tanah kering milik sendiri.

Walaupun DIB awalnya sekedar grup tertutup dokter  yang timbul karena profesi dokter disudutkan dan dilecehkan namun bukan berarti DIB berkembang karena sakit hati, bukan pula sikap putus asa karena sistem dan organisasi profesi yang ada tidak mampu melindungi dokter. DIB berkembang karena kebutuhan zaman yang dinamis dan tuntutan agar dokter dapat bekerja secara profesional. Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban dokter, ketidakadilan dalam profesi serta terbentuknya pasar bebas dalam dunia kedokteran yang pada akhirnya berdampak pada carut marutnya sistem kesehatan menimbulkan sebuah kebutuhan mutlak bagi profesi dokter untuk bersikap tegas dan berani mengembalikan eksistensi profesi dokter agar tidak selalu dijadikan kambing hitam buruknya pelayanan kesehatan. Walaupun banyak isu yang menyudutkan dokter tapi DIB selalu bersikap obyektif dan menjunjung tinggi kebenaran dalam menyuarakan aspirasi.

Ternyata tidak cukup keberadaan para pakar, pemimpin stake holder kesehatan dalam menyelesaikan keruwetan yang ada. Mereka para pemimpin yang sebagian besar adalah dokter juga telah terjebak dalam hegemoni kekuasaan. Kemampuan dan kebebasan berpikir oknum profesi menjadi sangat terbatas ketika kepentingan politik dan ekonomi  lebih kuat mengikat mereka dibanding nurani, kesejawatan serta sumpah dokter  yang pernah mereka ucapkan. Tidak ada alasan bagi DIB untuk menjadi kekuatan lain (oposisi) dalam profesi, tidak pula ada keinginan menjatuhkan personal oknum tersebut karena sebenarnya DIB memperjuangkan REFORMASI SISTEM KESEHATAN YANG BERKEADILAN melalui perubahan sikap internal profesi, yang kritis dan selalu mengutamakan moralitas dalam melakukan perubahan. 

Merebut kekuasaan adalah salah satu cara untuk melakukan perubahan tapi tentunya bukan dengan menghalalkan segala cara. DIB bukan gerakan bawah tanah (perjuangan tertutup dan rahasia) karena justru DIB harus mensosialisasikan kepada internal profesi maupun masyarakat bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama, baik pemerintah, profesi  kesehatan maupun masyarakat. Kesehatan tidak boleh hanya sekedar menjadi alat politik dan sumber berita yang menguntungkan pemilik media. Kesehatan harus menjadi modal dasar pembangunan nasional dan tenaga kesehatan harus diposisikan secara adil serta proporsional dalam menjalankan tugasnya.

DIB menyadari bahwa perubahan sistem tidak mungkin dilakukan secara instan dan pragmatis. Perlu sebuah semangat khususnya bagi internal profesi dokter untuk mengubah keterpurukan ini dengan melakukan perubahan besar. Jangan sampai kita kehilangan momentum untuk berubah dan melakukan perubahan. Ketika momen tersebut lewat maka kehidupan lama yang buruk akan terus berulang tanpa ada suatu perubahan.

Kenyataan apa yang kita (profesi dokter) alami di negeri ini menimbulkan berbagai macam ketakutan sekaligus harapan. Manakala ketakutan tersebut dapat dikendalikan maka akan berubah menjadi sebuah energi besar yang dapat membangkitkan kehidupan sekaligus modal melakukan perubahan. Namun jika para dokter bekerja dengan rasa takut, perasaan tidak nyaman, dan setengah hati maka bekerjanya pun tidak akan maksimal dan pada gilirannya menjadi tidak produktif. Bagi seorang dokter tentunya kondisi ini akan langsung berdampak pada kualitas kerja hingga berpotensi menimbulkan ketidakpuasan pasien hingga kelalaian/ kesalahan dalam melaksanakan tugasnya.

Perubahan memerlukan change maker(s) dan sayangnya tak semua orang mau serta bersedia diajak melakukan perubahan tersebut. Pertanyaannya : apakah kita para dokter termasuk change makers atau sekedar penonton yang hanya bisa meratapi nasib dan berkeluh kesah. Persoalan selanjutnya dalam mewujudkan perubahan adalah bagaimana mengajak orang-orang (masyarakat) melihat apa yang kita lihat dan kemudian mempercayainya. Bagaimana meyakinkan stake holder, media serta publik bahwa apa yang kita lakukan adalah sebuah perubahan besar yang bernilai positif sehingga mereka harus mendukung GERAKAN MORAL DIB. Dalam sebuah kelompok besar selalu ditemukan kelompok kecil yang disebut "the establishment", sebuah kelompok "mapan" yang tidak mau ikut berubah karena mereka asyik menikmati manfaat dari kondisi yang ada saat ini atau mungkin memang mereka terlibat sebagai penyebab masalah.  

Yakinlah bahwa juga selalu ada orang-orang yang berpikiran positif yang akan "menghancurkan" ketakutan untuk berubah. Tidak perlu berputus asa, selalu ada hitam dan putih, selalu ada kejahatan dan kebaikan serta selalu ada oportunis dan pejuang. DIB ada bukan untuk memperjuangkan eksistensi tokoh-tokohnya, kalaupun muncul nama-nama yang makin terkenal di dunia maya maupun nyata akibat fenomena GERAKAN MORAL DIB harus dimaklumi sebagai konsekuensi yang wajar toh DIB tidak pernah mempermasalahkan apakah tokoh-tokoh kebangkitan kedokteran Indonesia era millenium ini ada di dalam/ luar DIB. Tugas DIB adalah membangkitkan semangat perjuangan profesi serta mendorong segenap stake holder untuk mengambil peran perubahan. Akan terjadi seleksi alam apakah tokoh-tokoh tersebut akan konsisten berjuang untuk kemaslahatan umat atau sekedar oportunis seperti yang sudah-sudah.

Perubahan sendiri memerlukan waktu, biaya, kekuatan dan tentunya pengorbanan sehingga diperlukan kematangan berpikir, kepribadian yang teguh, konsep yang jelas serta sistematis dilakukan secara bertahap dan perlu dukungan yang luas. Tidak mungkin para dokter memperbaiki sistem kesehatan ini sendiri-sendiri, PILIHANNYA HANYA BERSATU agar secara signifikan dapat mendorong perubahan sistem kesehatan yang berkeadilan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline