Lihat ke Halaman Asli

Akreditasi Rumah Sakit: Kepentingan Rumah Sakit atau Masyarakat?

Diperbarui: 9 Juni 2016   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sertifikat Akreditasi yang dikeluarkan oleh KARS

Kebijakan Akreditasi Rumah Sakit

Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri kesehatan, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit secara berkesinambungan (Permenkes No.12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit). 

Rumah sakit wajib melakukan akreditasi dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali. Hal ini tercantum dalam undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1, menyatakan bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi wajib bagi semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit privat/swasta/BUMN.

Data dari KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2015 tercatat baru 284 rumah sakit yang terakreditasi secara nasional dari 2.415 rumah sakit yang terdaftar di Indonesia. Jumlah rumah sakit yang belum terakreditasi yaitu 2.131 rumah sakit sehingga secara proporsi baru 11,75% rumah sakit yang terakreditasi di Indonesia. Oleh karena itu, komitmen dari pimpinan dan dukungan dari seluruh SDM yang ada di rumah sakit juga memiliki peran penting dalam mencapai keberhasilan. Pencapaian target akreditasi bukan hal yang mudah untuk dilakukan tanpa adanya komitmen dari pemilik rumah sakit untuk diakreditasi.

Saat ini banyak pimpinan rumah sakit yang menganggap bahwa akreditasi sekedar pencapaian status kelulusan rumah sakit dan meningkatkan “gengsi” rumah sakit ketika mendapat sertifikat akreditasi sehingga seringkali mengabaikan proses dalam mencapai kelulusan, yang artinya pemeliharaan budaya mutu dan keselamatan pasien secara berkelanjutan seringkali terabaikan. Hal tersebut tentunya merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, yang secara umum masih belum mengetahui makna dari akreditasi rumah sakit.

Sampai saat ini mungkin rumah sakit yang tidak terakreditasi tidaklah menjadi keresahan bagi masyarakat, hanya ada beberapa yang pernah mempersoalkan, mempertanyakan, dan menggugatnya. Tentunya masyarakat kita saat ini dalam memilih rumah sakit tidak terlalu mempersoalkan apakah rumah sakit tersebut telah lulus paripurna atau masih lulus dasar. Hal tersebut terjadi karena edukasi dan sosialisasi tentang akreditasi rumah sakit kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan belum banyak dilakukan.

Sekalipun Kementerian Kesehatan melalui lembaga independen KARS mengakui prestasi rumah sakit dalam bentuk sertifikasi akreditasi mulai tingkat Perdana sampai tingkat Paripurna, hal tersebut belum seluruhnya menjamin bahwa asesmen terhadap seluruh aspek dan standar dalam rumah sakit digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam memilih layanan kesehatan yang diinginkan. Sungguh ironi bahwa masih ada rumah sakit yang tidak terlalu mempersoalkan budaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Hal tersebut karena masyarakat juga cuek dan tak mempersoalkan apakah rumah sakit yang akan dikunjunginya terakreditasi atau tidak. Padahal, hal tersebut menjadi kewajiban masyarakat sebagai kontrol terhadap manajemen dan pelayanan rumah sakit.

Kritik terhadap Kebijakan

Kebijakan tentang akreditasi rumah sakit tercantum dalam Permenkes nomor 12 tahun 2012, dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang mengutamakan keselamatan pasien. Kebijakan akreditasi rumah sakit tersebut merupakan turunan Undang-undang nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit.

Diharapkan melalui proses akreditasi rumah sakit dapat (1) Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitikberatkan, sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan, (2) Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas, (3) Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan, (4) Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien, (5). Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama, kepemimpinan ini menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan.

Makna akreditasi rumah sakit lebih sering diartikan sebagai kepentingan rumah sakit itu sendiri, sementara maknanya bagi masyarakat justru "tenggelam". Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi ketika banyak rumah sakit berlomba-lomba mencapai kelulusan akreditasi dengan mengikuti berbagai pelatihan, seminar, dan bimbingan teknis terkait, akan tetapi masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan masih sedikit yang memahami arti dari makna sertifikasi kelulusan akreditasi rumah sakit. Saat ini masyarakat patut mengetahui pentingnya arti akreditasi bagi mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline