Lihat ke Halaman Asli

Siapapun Presidennya, Jangan Terlena...

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelaksanaan pemilu legislatif baru saja kita lalui, dan hampir di setiap perbincangan online maupun offline selalu tidak lepas dari topik-topik menyangkut pemilu, capres – cawapres, dan skenario-skenario koalisi antar partai. Memang sangat jelas bahwa masa depan bangsa sangat dipengaruhi oleh siapa nanti yang akan menjadi pemimpin negeri ini. Namun jangan sampai kita lupa, bahwa setelah pesta demokrasi ini berakhir, dan presiden telah terpilih, mesti dikawal bersama-sama kerja pemerintahan yang baru. Tindak lanjut dari hasil Pemilu ini jauh lebih penting. Sama halnya seperti saat kita mengadakan seminar nasional dengan para pakar-pakar ahli yang bicara di situ, tidak ada artinya bila setelah acara tidak dilanjutkan dengan follow up dari hasil kegiatan tersebut.

Apa yang menjadi cita-cita dan yang ingin dicapai bangsa Indonesia harus jelas. Apakah kita ingin jadi Negara adidaya 50 tahun mendatang, atau hanya ingin menjadi Negara termaju di Asia Pasifik? siapapun yang jadi Presiden itu nanti,  harus bisa menentukan arah bangsa ini ke depan. Dari sana bisa dijabarkan kapan bisa mencapainya. Contoh bila 20 tahun ingin menjadi Negara termaju di Asia Pasifik, mestinya dalam 5 tahun mendatang harus menjadi Negara termaju di kawasan ASEAN.  Prinsipnya sama seperti REPELITA yang jaman dulu kita sering dengar , tinggal yang terpenting adalah isi dan bagaimana kita bisa mencapainya. Saya yakin semuanya sudah ada di badan terkait, tinggal dikomunikasikan sampai lini terdepan di seluruh komponen bangsa ini.

Dari arah jangka panjang tersebut, dengan sendirinya key performance indicator (KPI) bisa diterapkan buat presiden dan para pemimpin daerah. Semua pasti tahu, KPI itu harus terukur secara kuantitatif, dan bukan hanya kualitatif. Harus bisa diukur. Kalo nggak bisa mengukur, jangan harap akan bisa mengontrol. Angka kemiskinan sudah jelas harus menjadi salah satu indikatornya. Angka pengangguran, pertumbuhan ekonomi, hutang luar negeri, laju inflasi, cadangan devisa dan lain sebagainya. Hal-hal kuantitatif itu dengan sendirinya akan mendongkrak yang sifatnya kualitatif, seperti meningkatnya martabat bangsa di kancah internasional. Laporan kwartal tentang angka-angka tersebut mestinya menjadi hal yang biasa dikonsumsi masyarakat umum. Sekarangpun semua sudah ada, hanya kita masyarakat yang belum terbiasa mengikuti, atau media yang kurang mengangkatnya ke permukaan. Peninggalan pemerintah sekarang harus jelas sebagai garis dasar untuk tolok ukur kemampuan kinerja pemerintahan yang baru. Jadi nanti jelas bisa diukur keberhasilan pemerintahan yang baru dibandingkan dengan pemerintahan SBY saat ini, atau pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Siapapun presidennya, alat ukur kinerja harus dikawal.

Jadi siapapun yang jadi presidennya nanti, entah itu jago kita atau tidak, harus selalu ingat lagunya Ike Nurjanah yang berjudul “Terlena”. Jangan sampai kita terlena untuk tidak mengontrol kerja si presiden terpilih!

Agung Prawasono adalah masyarakat biasa yang tinggal di Toronto, Kanada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline