Lihat ke Halaman Asli

Agung Pratama

Penulis lepas

Menyurati Para Ayah

Diperbarui: 12 November 2021   21:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dokpri)

"Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan"


Kutipan dari tembang yang dilantunkan Ebiet G. Ade sangatlah tepat untuk menggambarkan bagaimana perjuangan ayah dalam menanggung hidup sebuah keluarga, kami para anak tidak akan menyangkal segala yang ayah berikan adalah yang terbaik. Raut wajah ayah setelah pulang bekerja adalah bahasa fisik yang dapat dibaca oleh isteri dan anak-anak.

Namun pada tulisan ini, penulis ingin melihat seorang ayah di sisi lainnya yang kerap diglorifikasi, sebuah sisi kelam yang menjadi masalah sosial yang sulit dihindari. Kekerasan terhadap anak di dalam rumah tangga. 

Berdasarkan data survei kerjasama KEMENSOS, KEMENPPPA, BAPPENAS, BPS, dan UNICEF INDONESIA pada tahun 2013 tercatat sebanyak 47 % anak laki-laki dan 35% anak perempuan yang belum berusia 18 tahun mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Adapun yang menjadi indikator kekerasan yaitu berupa pukulan, tendangan, cambukan, cekikan, penenggelaman, pembakaran, dipukul dengan benda dan senjata tajam.

Beberapa anak juga mengalami kekerasan emosional seperti ungkapan tidak sayang, tidak mengharapkan kelahiran, mengharapkan kematian, serta hinaan dan ungkapan merendahkan anak lainnya. Dengan mengutip hasil survei yang sama, yang menjadi pelaku kekerasan adalah 38% oleh ayah, 35% oleh kerabat lain, dan 26% dilakukan oleh ibu. 

Dari laporan UNICEF pada tahun 2015 juga menunjukkan bahwa 40% anak mendapat hukuman fisik sekali dalam setahun.

Dari data tersebut ayah memperoleh persentase tertinggi sebagai pelaku kekerasan terhadap anak, lalu angka persentase kekerasan terhadap anak juga termasuk tinggi, setidaknya setengah dari populasi anak laki-laki mendapat perlakuan keras dari ayah dan populasi anak perempuan juga mendapat perlakuan keras dari seorang ayah.

Namun terlepas dari data diatas, sebagai seorang anak juga dapat menerima perbuatan demikian ketika anak-anak benar-benar diluar kendali dan berpotensi merugikan banyak pihak apabila tidak menerima sanksi yang setimpal dari orangtua. Tapi bagaimana jika anak menerima perlakuan keras tanpa alasan yang jelas? Bagaimana ketika anak menjadi sasaran kemarahan yang entah darimana asalnya?

Toxic Parents adalah istilah yang cukup populer dan bentuk stereotype terhadap orangtua yang memiliki pola asuh keliru baik disengaja ataupun tidak disengaja yang dapat membebani kejiwaan anak. Dampak dari hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan masa depan anak serta masa depan orangtua itu sendiri. Seperti peribahasa populer "apa yang ditanam, itulah yang dituai".

Dari beberapa kasus yang penulis kumpulkan, ada beberapa tindakan toxic parents yang kerap didapatkan oleh anak, diantaranya ;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline