Selamat Hari Wanita Sedunia !
Salah satu misi pembangunan berkelanjutan adalah kesetaraan gender, yang memuat isi tentang pemberdayaan perempuan. DI Indonesia sudah ada beberapa tokoh fenomenal beberapa orang revolusioner seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Martha Cristina Tiahahu, R.A Kartini dan Fatmawati Soekarno.
Dari tokoh-tokoh tersebut menunjukkan bagaimana keterlibatan perempuan dalam aksi juang hak-hak perempuan dan bagaimana perempuan mampu menjadi superior dari segi sosial, politik, dan pendidikan.
Pemberdayaan perempuan kerap di sejajarkan dengan ideologi feminis, terutama dalam sudut pandang sekuler. Di negara yang Patriarki seperti Indonesia, hal-hal yang berbau feminis sedikit dimarginalkan karena seperti halnya negara Patriarki, laki-laki lebih diutamakan di dalam hal apa saja dibandingkan perempuan, namun feminis di Indonesia bisa bernafas lebih lega karena hak-hak perempuan di Indonesia sudah cukup banyak di dapatkan oleh setiap wanita Indonesia.
Mengutip dari situs Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak RI, ada lima poin pokok yang bisa di dapatkan oleh seluruh wanita Indonesia, Pertama Hak dalam ketenagakerjaan, Kedua Hak dalam bidang kesehatan, Ketiga Hak yang sama dalam pendidikan, Keempat hak dalam perkawinan dan keluarga, dan Kelima hak dalam kehidupan publik dan politik. Nah, dari kelima poin yang disebutkan, poin mana yang kerap luput dari penerapannya?
"Perempuan punya hak untuk memilih suaminya secara bebas, dan tidak boleh ada perkawinan paksa."
Kutipan diatas adalah bagian dari penjabaran poin hak perempuan dalam perkawinan dan keluarga, tetapi jika menilik data Kemenag pada tahun 2018, masih ada 4 kasus perceraian dari perkawinan paksa, di tahun yang sama, terdapat kasus gadis belia disiksa oleh orangtua kandung karena menolak perjodohan, perjodohan paksa juga terjadi di 2019 pada gadis bernama Hilda, yang dilansir oleh detik.com.
Perkawinan paksa tidak hanya memicu perceraian, sebuah kekerasan dalam rumah tangga juga dominan dirasakan oleh seorang perempuan.
Diperlukan sebuah edukasi sebelum membangun keluarga juga menjadi poin penting untuk menghindari kekerasan dalam rumah tangga, sebab kekerasan dalam rumah tangga bukanlah masalah keluarga yang hanya berdampak pada seorang suami-istri saja.
Anak-anak dari keluarga yang kerap mengalami miskomunikasi atau bahkan perkelahian akan menjadi imbas bagi emosional dan kejiwaannya.
Belum sampai disitu saja, Orangtua dari masing-masing pasangan bisa saja terlibat dan membuat permasalahan rumah tangga menjadi semakin runyam, selanjutnya orang-orang sekitar akan merasa terganggu dengan adanya keributan dalam sebuah rumah tangga.