Hasil belajar sekian tahun, hanya ditentukan dalam 3 hari? apakah itu adil? tentu saja tidak.
Setelah melalui proses yang panjang, rencana penghapusan ujian nasional akhirnya ditunaikan, menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem Anwar Makarim sudah memulai kinerja jabatan dengan gebrakan yang sudah dinanti-nati sedari dulu kala. Keluhan saya, dan keluhan kita semua, Ujian Nasional.
Meski telah dilalui hampir 4 tahun yang lalu, ujian nasional sangatlah menjengkelkan bagi saya ketika melihat kembali nilai yang didapatkan. Usaha yang mati-matian untuk mendapatkan nilai memuaskan tidak terbayarkan, meski tidak ada lagi nilai KKM melihat angka yang kurang dari 50 bukanlah hal yang melegakan.
Belum lagi stigma 'Bodoh' karena nilai mata pelajaran yang kurang baik masih amat kental. Tidak mampu dapat nilai 80 pada mata pelajaran matematika kamu sudah mendapat label bodoh di antara orang-orang. menyebalkan sekali bukan?
Stigma inilah yang benar-benar tidak ingin saya lihat lagi di masa depan, tenaga pendidik yang tidak sempurna mengharapkan peserta menguasai segalanya, bukankah itu prinsip yang teramat kolot? ya tidak lah wkwkwkwk.
Mempelajari segalanya bagi seorang siswa bisa menjadi referensi bagi mereka untuk menyesuaikan minat studi, hanya saja jika terus-terusan mempelajari semuanya tanpa eksplorasi potensi diri, itu hanya akan membuat kebingungan yang panjang.
Siswa harus mempelajari semuanya untuk membuka pikiran, tetapi bukan harus dikuasai seluruhnya. Lebih baik menggali satu sumur yang dalam, daripada banyak sumur tapi dangkal. setidaknya satu siswa memiliki satu potensi yang benar-benar bisa menjadikannya seorang profesional, entah dia akan menjadi seorang arsitek, polisi, gubernur, seniman, pekerja film, dan masih banyak lagi.
Lantas coba bayangkan dahulu ketika ujian nasional sebagai penentu kelulusan, alangkah menyedihkan hanya karena 3 mata pelajaran, seorang siswa memperlambat langkahnya menuju masa depan. Pintu keberhasilannya merenggang, karena harus mengulang dan memperbaiki terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan pendidikan.
Nilai ujian nasional sempat tidak lagi menjadi syarat kelulusan, apa gunanya? hanya untuk mengevaluasi hasil belajar? ujian sekolah sudah cukup efisien untuk menguji hasil belajar siswa tanpa harus menggelontorkan biaya yang mahal hanya untuk pelaksanaan ujian serentak se-indonesia.
Siswa menjadi terbeban karena harus belajar mati-matian menghadapi ujian nasional, dan menghadapi ujian masuk perguruan tinggi bagi yang melanjutkan jenjang pendidikan.
Jika UN dihapuskan, akan ada banyak lembaga kursus dan tenaga pengajar privat kehilangan pekerjaan? tentu saja tidak, masih banyak orangtua yang ingin anaknya pandai bukan hanya untuk menghadapi ujian nasional, jika kita pikir-pikir lebih ringkas justru lembaga bimbel bisa saja kalah dengan YouTube dan Google, karena disana sudah serba ada dan gratis.