Hoaks (berita palsu) merupakan permasalahan sensitif yang tidak hanya terjadi di Indonesia yang memicu perhatian serta kekhawatiran serius berbagai kalangan dan Pemerintah, tetapi juga marak dan menjamur di Negara lain. Contohnya saja seperti di China, India, Amerika, Rusia, Jerman, Uni Eropa, dan sejumlah Negara di Asia Tenggara seperti di Malaysia.
Menyadari permasalahan tersebut yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan Bangsa, tentu Pemerintah tidak hanya tinggal diam. Selain melakukan penegakkan hukum bersama Kepolisian, beberapa kebijakan dan program Pemerintah dalam melawan hoaks terus digalakkan secara masif.
Ambil contoh seperti Siber Kreasi yang menggandeng berbagai komunitas dalam mengupayakan literasi digital di tengah masyarakat dan di berbagai sektor, terutama di bidang pendidikan yaitu dengan mendorong dimasukkannya materi literasi digital pada kurikulum formal. Dan kebijakan Pemerintah lainnya yang patut diapresiasi yaitu mencoba menggandeng platform digital raksasa dunia seperti Facebook, dan laman pencari Google dalam mengupayakan pemberantasan hoaks.
Tanpa mengurangi rasa hormat, mari berandai-andai jika aku jadi Menag (sesaat). Hoaks (berita palsu) tidak akan mudah untuk diberantas dalam sekejap saja, pasti butuh proses dan waktu yang tidak sebentar. Bahkan hoaks mungkin akan terus berulang dan tidak akan pernah habis jumlahnya, selama "obat" kebijakan melawan hoaks tidak dibarengi dengan penegakkan hukum, dan literasi digital tidak diterapkan sejak dini mulai dari bangku sekolah dasar. Ibarat orang sakit, pasti membutuhkan obat untuk bisa sembuh, dan tentunya juga dibarengi dengan pola hidup sehat agar tak mudah jatuh sakit kedepannya.
"Obat" melawan hoaks akan lebih baik jika dimulai dari hulu ke hilir, yang juga diikuti dengan peraturan hukum yang tepat, penegakkan hukum tanpa pandang bulu, dan pendidikan literasi digital yang baik. Permasalahan hoaks ini juga membutuhkan kerja sama antar elemen bangsa, seperti antar Kementerian, Kepolisian, dan juga Lembaga-lembaga lainnya yang berkepentingan. Adapun kebijakan Negara lain dalam melawan hoaks patut dicontoh, dengan catatan tidak menimbulkan kegaduhan dan kontroversi, dan selama masih bisa diterapkan di Indonesia.
Berandai-andai jika aku jadi Menag, berikut secara garis besar langkah-langkah yang mungkin dapat ditempuh untuk melawan hoaks :
Pertama, Kemenag (Kementerian Agama) dirasa sangat perlu membentuk Tim Cyber Anti Hoaks tersendiri, seperti halnya Tim Cyber Anti Narkoba dan Radikalisme yang telah dibentuk oleh Kemenag melalui Ditjen Bimas Islam. Fungsi dari Tim Cyber Anti Hoaks ini bertujuan untuk melakukan kontrol serta pengawasan, dan juga melakukan filter terhadap konten internet yang terindikasi hoaks yang berpotensi meresahkan dan memecah belah masyarakat.
Peran dan fungsi lainnya dari Tim Cyber Anti Hoaks adalah dengan aktif bermedia sosial. Selain aktif memberi informasi tentang seputar Kementerian Agama, juga aktif berkampanye bijak bermedia sosial, dan memberi informasi materi seputar hoaks secara terjadwal. Hal ini harus dilakukan rutin setiap harinya. Dengan aktif bermedia sosial, akan tercipta interaksi dua arah atau tanya jawab antara Kemenag dengan warganet (netizen). Sehingga diharapkan tujuan Kemenag untuk mengajak masyarakat melawan hoaks dapat tercapai.
Selain itu, peran dan fungsi Tim Cyber Anti Hoaks juga menangani aduan dari masyarakat tentang berita-berita yang meresahkan yang teridentifikasi sebagai berita hoaks. Layanan pengaduan ini bisa melalui email resmi Kemenag, Chat di Website Kemenag, platform chat online, SMS, atau melalui sambungan telepon. Dengan disediakannya layanan pengaduan online oleh Kemenag, maka diharapkan informasi pengaduan yang bersumber dari masyarakat ini dapat dijadikan database yang dapat ditindaklanjuti oleh Kemenag untuk secepatnya ditangani agar berita hoaks tidak meluas dan meresahkan masyarakat.
Kedua, menjalin sinergi dan kerjasama dengan Kementerian lain. Dengan menjalin kerjasama antar Kementerian, secara tidak langsung Negara hadir dan ikut turun tangan dalam pemberantasan hoaks. Selain itu, tugas Kementerian Agama dalam melawan hoaks dan ujaran kebencian akan semakin leluasa dan mudah. Contoh kerjasama yang dapat dilakukan adalah dengan Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika).
Kerjasama ini bisa secara bersama-sama merumuskan aturan undang-undang mengenai penggunaan teknologi informasi dalam kaitannya dengan fungsi Kemenag, yaitu pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan dan pendidikan keagamaan. Bentuk kerjasama lainnya dengan Kominfo, diberikannya hak akses kepada Kemenag khususnya Tim Cyber Anti Hoaks untuk dapat leluasa melakukan kontrol dan pengawasan, serta filter terhadap semua konten internet.