Banyak orang beranggapan bahwa di masa lalu, terutama pada era Columbus, masyarakat percaya bahwa Bumi itu datar. Namun, kenyataannya adalah bahwa Columbus dan para ilmuwan pada zamannya sudah mengetahui bahwa Bumi berbentuk bulat. Perkiraan ukuran Bumi yang digunakan Columbus berasal dari astronom Arab, namun sayangnya, estimasi tersebut terlalu kecil, hanya sekitar sepertiga dari ukuran yang sebenarnya. Hal ini membuat Columbus berusaha menemukan jalur ke Asia dengan berlayar ke arah barat, dan saat ia tiba di Hispaniola pada 2 Oktober 1492, ia mengira telah mencapai "Hindia."
Sebenarnya, perkiraan ukuran Bumi sudah ada sejak lebih dari 200 tahun sebelum Masehi. Filsuf seperti Pythagoras dan Aristoteles telah menyatakan bahwa Bumi berbentuk bulat. Aristoteles bahkan mencatat bahwa bayangan Bumi pada bulan saat gerhana berbentuk bulat, meskipun perkiraannya tentang keliling Bumi ternyata rendah, sekitar 60% dari yang seharusnya.
Eratosthenes, kepala pustakawan di Alexandria, Mesir, melakukan pengukuran yang sangat cermat. Ia menemukan bahwa pada titik balik matahari musim panas, sinar matahari langsung mengenai dasar sumur di Syene, sedangkan di Alexandria, sudutnya berjarak 7 derajat dari titik zenit. Dengan menggunakan geometri, ia menyimpulkan bahwa jarak antara Alexandria dan Syene adalah 1/50 dari keliling Bumi.
Eratosthenes memperkirakan jarak ini sebesar 5000 stadia. Dengan mengalikan angka ini dengan 50, ia mendapatkan estimasi keliling Bumi sekitar 250.000 stadia. Dengan asumsi bahwa 1 stadion setara dengan 6 stadia per kilometer, ia memperoleh ukuran keliling Bumi sekitar 42.000 km (26.000 mi). Kesalahan dalam perhitungannya hanya sekitar 4%, yang merupakan pencapaian luar biasa mengingat keterbatasan alat pada zamannya.
Dengan kemajuan teknologi, kita kini tahu bahwa Bumi bukanlah bola sempurna, melainkan berbentuk oblate spheroid. Diameter Bumi di kutub utara dan selatan adalah sekitar 7.900 mil, sementara diameter di ekuator sedikit lebih besar, yaitu 7.930 mil.
Keliling Bumi dapat dihitung dengan mengalikan diameter rata-ratanya, 7.915 mil, dengan (pi) yang bernilai sekitar 3,14159. Hasilnya adalah sekitar 25.000 mil. Perhitungan Eratosthenes, yang hanya meleset sekitar 4%, menunjukkan betapa akuratnya estimasi tersebut untuk ukuran zaman kuno.
Kontribusi Eratosthenes dalam menentukan ukuran Bumi adalah pencapaian yang patut dihargai, mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat itu. Penemuan ini tidak hanya menegaskan bahwa Bumi itu bulat, tetapi juga menunjukkan kemampuan manusia untuk melakukan pengukuran yang kompleks dan akurat.
Kyle Hathcox, Glenn Marsch, David Ward
Universitas Union
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H