Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Insan Pembelajar

Mengapa Kita Membenci Orang yang Menyelamatkan Kita?

Diperbarui: 10 Januari 2025   07:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasihat adalah cermin, bukan celaan.|Image: Cio.com

"Nasihat itu seperti lentera di jalan yang gelap. Ia mungkin menyilaukan mata sesaat, tetapi tanpanya, kita akan tersesat selamanya."

Pernahkah kita merenung sejenak, mengapa hati ini terasa panas ketika seseorang datang memberi nasihat? Bukankah ia datang dengan niat baik, mengingatkan kita agar tidak terjatuh ke dalam kesalahan? Ironisnya, kita sering kali menolak, bahkan membenci mereka yang menasihati, seolah-olah mereka adalah musuh terbesar dalam hidup kita.

Ada juga orang yang dinasehati malah berbalik menyerang, dan menyampaikan ketidaksukaannya.

Padahal, jika kita mau jujur, nasihat itu ibarat cermin. Ia membantu kita melihat noda yang tersembunyi, kekurangan yang tak kita sadari. Tanpa nasihat, bagaimana mungkin kita bisa memperbaiki diri dan mendekatkan langkah kepada Allah? Namun, zaman ini seolah membalikkan logika. Orang yang berbuat baik dengan mengingatkan, malah dianggap menyakiti.

Bukankah ini sebuah kerugian besar? Bayangkan, seseorang yang mencintai kita karena Allah datang membawa kebaikan, namun kita mengusirnya. Bahkan, Allah telah berfirman dalam Surah Al-'Asr, bahwa manusia berada dalam kerugian kecuali mereka yang saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.

Lalu, apa yang salah dengan hati kita? Mengapa nasihat yang seharusnya menjadi anugerah berubah menjadi sesuatu yang kita benci? Di sinilah pentingnya memahami hakikat nasihat sebagai warisan berharga dari para salaf yang mulia.

Nasihat: Warisan Para Salaf yang Mulia

Ibnu Qudamah al-Maqdisi pernah berkata:
"Dahulu para salaf mencintai siapa saja yang telah memberikan peringatan kepada mereka dari kejelekan-kejelekan mereka. Adapun kita saat ini membenci orang yang memberi tahu kepada kita dari kejelekan-kejelekan kita."

Pernyataan ini menyiratkan perbedaan besar antara generasi salaf yang penuh keikhlasan dan generasi kita yang cenderung mengutamakan ego. Salafusshalih tidak memandang nasihat sebagai celaan, melainkan sebagai jalan untuk memperbaiki diri. Mereka menjadikan setiap kritik sebagai kesempatan emas untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah.

Imam adz-Dzahabi rahimahullah bahkan menegaskan, "Tanda orang yang ikhlas itu apabila diingatkan kesalahannya ia tidak merasa panas hatinya dan tidak juga ngeyel. Justru ia akan mengakui kesalahannya dan mendo'akan, 'Semoga Allah merahmati orang yang mengingatkan kesalahanku.'"

Namun, apa yang terjadi saat ini? Kebanyakan kita menolak bahkan membenci nasihat. Hal ini menunjukkan betapa jauhnya hati kita dari keikhlasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline