"Kemuliaan sejati tidak terletak pada nasab atau garis keturunan, melainkan pada amal saleh dan ketakwaan yang tulus kepada Allah Ta'ala."
Tak sedikit, dalam perjalanan kehidupan ini, kita menemukan manusia yang terjebak dalam ilusi kemuliaan yang bersandar pada nasab dan garis keturunan. Tidak sedikit yang merasa lebih unggul hanya karena mereka berasal dari keluarga terhormat, keturunan ulama, wali, atau malah senang mendapat panggilan khusus yang dikonotasikan sebagai orang mulia. Bahkan, ada juga yang mengaku sebagai dzurriyah (keturunan) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun, apakah nasab yang mulia akan menjadi penyelamat di hadapan Allah kelak?
Al-Qur'an dengan tegas menyatakan: "Apabila sangkakala ditiup, tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu dan mereka pun tidak saling bertanya." (QS. Al-Mu'minun, 23: 101)
Ayat ini adalah peringatan yang tajam bagi siapa saja yang merasa aman dengan nasabnya, tetapi lalai dari amal saleh.
1. Nasab Tidak Akan Menjadi Jaminan Keselamatan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan nasihat yang sangat mendalam: "Barangsiapa yang lamban amalnya, maka nasabnya tidak bisa mengejarnya." (HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa amal adalah satu-satunya ukuran nilai seseorang di sisi Allah. Bahkan, Rasulullah tidak memberikan keistimewaan kepada keluarga terdekatnya ketika berbicara tentang pertanggungjawaban di akhirat. Dalam sabdanya yang lain, beliau berkata:
"Wahai Abbas bin Abdul Muthallib, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. Wahai Shofiyah (bibi Rasulullah), sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah. Wahai Fatimah puteri Muhammad, mintalah padaku apa yang engkau mau dari hartaku, sesungguhnya aku tidak dapat menolongmu sedikit pun dari Allah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika Fatimah binti Muhammad, wanita yang paling mulia di muka bumi, tidak mendapatkan jaminan dari nasabnya, bagaimana dengan kita yang hanya mengandalkan kebanggaan garis keturunan tanpa amal yang saleh?
2. Kesalahan Memaknai Nasab sebagai Kehormatan Abadi