"Dalam dunia pajak, kejujuran itu seperti diskon besar-besaran - langka, tapi dampaknya luar biasa. Bayarlah pajak dengan jujur, karena utang pada negara tak punya fitur 'amnesty' di akhirat."
Ada cerita menarik di negeri Huhuhaha, tempat di mana hukum perpajakan kerap diperlakukan seperti kue ulang tahun - dibelah-belah, disisihkan, lalu disantap diam-diam oleh yang berduit tebal. Suatu hari, pemerintah di negeri itu berbisik kepada para pengemplang pajak: "Sudahlah, tak usah malu-malu, kami sudah siapkan karpet merah. Bayar sedikit saja, dan semua dosa kalian kami maafkan."
Ya, Anda tidak salah dengar. Di negeri yang penuh kelucuan itu, obral ampunan bagi pendosa pajak jadi rencana besar untuk mengisi kantong negara yang utangnya besar dan menganga. Ironisnya, mereka yang patuh membayar pajak, meski berat, hanya bisa mengelus dada. Aturan pajak di sini seperti pepatah klasik: "Hukum dibuat untuk dilanggar, pajak dibuat untuk dimaafkan."
Ketika Negara "Memaafkan" dengan Harga Murah
Program ini disebut sebagai "tax amnesty". Sekilas terdengar mulia, seperti pengakuan dosa di tempat ibadah. Tapi bedanya, di sini ampunan bukan diberikan demi kebajikan, melainkan demi kas negara yang seret, ruwet dan mumet. Negara tampaknya mulai belajar seni negosiasi tinggi: "Boleh saja kalian curang, asal bayar sedikit saja. Kita damai, ya?"
Namun, apa jadinya jika orang jujur terus membayar pajak, sementara para pengemplang dilindungi undang-undang negara? Jawabannya sederhana: keadilan yang tertukar. Sebuah parodi nyata dari demokrasi yang katanya menjunjung kesetaraan.
Keadilan atau Lelucon?
Mari kita coba memvisualisasikan adegan ini:
Bayangkan seorang pegawai kecil bernama Pak Jujur. Setiap bulan, ia menyerahkan sebagian gajinya untuk pajak, meski kadang harus memotong anggaran makan siangnya. Di sisi lain, ada Tuan Muda Kaya Raya yang suka naik private-jet dan flexing, yang memarkirkan mobil sport-nya di garasi mansion mewah pernah berkata:
"Ah, bayar pajak? Tunggu saja program amnesti berikutnya!"
Dan ternyata, benar saja. Program amnesti pajak bukan barang baru di negeri yang pejabat negaranya bisa punya gelar dan ijasah dadakan. Tahun 2016 ada, tahun 2021 diulang, dan kini, tahun 2025 pun direncanakan lagi. Kalau begini terus, jangan-jangan, program ini bakal jadi tradisi tahunan - seperti festival diskon besar-besaran. "Ampunan Pajak, hanya hari ini! Jangan lewatkan!"
Refleksi: Sebuah Pertanyaan Retoris