Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Menteri Full Remote, Kantor? Itu Apa?

Diperbarui: 9 September 2024   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kantor boleh jarang didatangi, tapi kebijakan harus selalu hadir di hati rakyat di seluruh pelosok negeri.|Foto: cpomagazine.com

"Menjadi pemimpin bukan soal terlihat sibuk, tapi soal memastikan kehadiranmu memberikan manfaat. Kadang, hadir fisik tak diperlukan, tapi hadir untuk masalah adalah kewajiban."

Suatu hari, di sebuah negeri yang sangat modern - atau setidaknya begitu katanya - tersebarlah rumor tentang seorang menteri yang sangat jarang ke kantor. Entah apa sebabnya, rakyat jadi penasaran, apakah menteri ini sedang sibuk menjalankan misi rahasia, atau sekadar lupa di mana kantor berada.

Rakyat mulai berspekulasi. Salah satu filsuf kampung, Pak Tua Filosofi, berbisik kepada tetangganya, "Kalau pengalaman adalah guru terbaik, kenapa menteri kita ini seperti memilih belajar dari jauh? Mungkin terlalu jauh, hingga ke kantor pun tak sempat mampir."

Kedai kopi pun ramai, bukan karena promosi kopi susu, tapi karena topik 'Menteri yang Jarang Muncul'. Pak Lurah yang dikenal gemar membaca buku filsafat, menimpali, "Seperti biji yang tak pernah tertanam, apakah mungkin buah kebijakan tumbuh subur kalau menterinya jarang turun ke tanah? Ya, tahu-tahu nanti tumbuh bonsai kebijakan saja."

Banyak yang mengira sang menteri mungkin terlalu sibuk memantau perkembangan dari 'jauh', tetapi seorang ibu rumah tangga yang jeli berkata, "Menjadi menteri tanpa pengalaman di bidangnya itu seperti nonton bola dari tribun. Bedanya, tribun mereka jauh lebih tinggi, mungkin di atap gedung kementerian. Lihat lapangannya aja susah, apalagi bikin strategi!"

Pernyataan itu membuat suasana di kedai semakin panas. Pak RT yang biasanya hanya diam saja, kini tergoda ikut bersuara, "Ya, katanya jarang ke kantor karena sibuk mengawasi masalah dari jauh. Tapi, ya, masalah itu lebih jelas kelihatan kalau kita berdiri di dekatnya, bukan dari apartemen di lantai 50."

Lalu datanglah anak muda, si ahli retorika, yang melontarkan sebuah pertanyaan tajam, "Bagaimana bisa menyelesaikan masalah di daerah kalau ke daerah aja jarang? Mungkin mereka pakai telepati, ya? Atau mungkin mendidik kita semua dengan cara inovatif yang belum kita pahami: kebijakan jarak jauh!"

Mendengar itu, Pak Guru - yang sudah lama mengamati tingkah polah pemerintahan - tertawa kecil. "Kalau kantor adalah tempat kerja, dan kerja adalah kewajiban, lantas apa yang lebih penting dari keduanya untuk seorang menteri? Peta perjalanan kali, ya? Mungkin mereka sibuk pilih rute tercepat ke rumah, bukan ke kantor."

Suasana semakin riuh ketika seorang mahasiswa yang baru saja selesai kuliah online berteriak, "Hei, kalau menteri jarang ngantor tapi kebijakan tetap muncul, jangan-jangan kebijakannya pesen lewat aplikasi ojek online, ya? Tinggal klik, pesan kebijakan, antar!"

Semua orang di kedai tertawa terbahak-bahak, membayangkan sebuah masa depan di mana kebijakan bisa diantarkan langsung ke pintu rumah. Namun, Pak Sopir yang sering mengantar pegawai kementerian menambahkan, "Katanya mereka sibuk kerja lapangan, tapi kok jejak lapangannya cuma ada di Google Maps, ya? Hebat, sudah remote control kebijakan, sekarang kebijakannya pakai virtual reality!"

Di tengah riuhnya gelak tawa, seorang pemuda dengan wajah serius tiba-tiba angkat bicara, "Seandainya menteri diharuskan absen pakai fingerprint, mungkin sidik jarinya bisa diganti dengan cetakan sidik jari lilin. Atau, bisa jadi, kebijakannya berubah: memperkenalkan inovasi teknologi absen jarak jauh!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline