Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Insan Pembelajar

Cinta kepada Allah: Kekuatan Tersembunyi di Balik Kesabaran

Diperbarui: 15 September 2024   06:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesabaran lahir dari cinta yang tulus, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.|Foto: ukim.org

"Ketika cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi pusat kehidupan, ujian menjadi jalan menuju kemuliaan, dan kesabaran menjadi bukti kekuatan jiwa."

Ketika cinta tertanam dalam hati yang penuh dengan keikhlasan dan keteguhan iman, ia menjadi sumber kekuatan yang tak terkalahkan. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi cahaya yang menerangi kegelapan, menuntun jiwa dalam kesabaran, dan melindungi hati dari goresan fitnah serta kezaliman yang menyakitkan.

Lihatlah bagaimana cinta tersebut tertanam dalam hati Imam Bukhari, seorang ulama besar yang namanya telah mengharumkan Islam. Kisah hidup beliau tidak hanya dipenuhi dengan ilmu yang gemilang, tetapi juga dengan ujian-ujian yang berat. Celaan, fitnah, bahkan kezaliman yang diarahkan kepadanya tidak sedikit. Namun, yang luar biasa dari sosok ini adalah kemampuannya untuk tetap tenang, sabar, dan tidak membalas keburukan dengan keburukan.

Suatu ketika, ada yang bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak pernah mendoakan keburukan terhadap orang-orang yang telah menzalimi, menyakiti, dan memfitnah dirimu?”

Imam Bukhari menjawab dengan lembut, "Karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Bersabarlah sehingga kalian dapat berjumpa denganku di telaga (pada hari kiamat)'." (HR. Bukhari).

Jawaban ini menyiratkan cinta yang dalam, cinta yang tak terbatas kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Cinta inilah yang membuat beliau bertahan. Ia tidak hanya memelihara ilmunya, tetapi juga jiwanya, dari rasa benci dan dendam.

Beliau paham bahwa hidup adalah ujian, dan ujian itu datang dalam berbagai bentuk—termasuk dari manusia yang menyakiti dan mencela. Namun, cinta yang sejati menuntun kepada kesabaran, bukan kepada kemarahan. Cinta yang tulus kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi alasan terbesar mengapa beliau tetap bertahan dan tidak membalas kezaliman dengan keburukan.

Cinta yang Membuat Sabar

Saudaraku, hidup ini adalah perjalanan penuh ujian. Setiap manusia pasti menghadapi badai kehidupan. Kadang, badai itu datang dalam bentuk kata-kata yang menyakitkan, fitnah yang tak berdasar, atau kezaliman yang begitu meremukkan hati. Namun, sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Bukhari, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya adalah perisai yang melindungi hati dari kerusakan.

Cinta yang tulus tidak akan membiarkan kita tenggelam dalam kebencian atau balas dendam. Ia mengajarkan kita untuk bersabar, seperti sabarnya Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang dikhianati oleh saudara-saudaranya, namun tetap memaafkan mereka. Atau seperti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang memaafkan penduduk Makkah setelah segala kezaliman yang mereka lakukan terhadapnya.

Ingatlah, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya akan mengajarkan kita untuk fokus pada akhirat, bukan pada kepedihan duniawi yang sementara. Cinta itulah yang membimbing kita untuk tetap teguh, seperti teguhnya Nabi Musa ‘alaihissalam di hadapan Fir’aun, atau seperti teguhnya Nabi Nuh ‘alaihissalam yang bertahun-tahun dihina namun tidak pernah menyerah dalam dakwahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline