Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Di Balik Layar, Mengungkap Citra Pejabat Vs Kinerja Nyata

Diperbarui: 7 September 2024   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kinerja itu fondasi citra yang sejati. Bukan bergaya dengan eksis-modis di medsos dengan outfit yang berganti-ganti |Foto: dailynebraskan.com

"Citra sejati seorang pemimpin tidak dibangun dari apa yang tampak di layar, tetapi dari dedikasi nyata dalam memberikan dampak positif bagi masyarakat."

Ketika pejabat lebih eksis di medsos untuk membangun citra daripada kinerjanya, seringkali kinerja pejabat itu biasa-biasa saja. Rata-rata.

Kita memaklumi, dalam era digital, keberadaan media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan, termasuk bagi pejabat negara. Media sosial memberikan akses cepat dan luas untuk berinteraksi dengan publik. Namun, di balik potensi positif ini, ada fenomena yang memprihatinkan: pejabat yang lebih fokus pada pencitraan diri di media sosial daripada kinerja nyata mereka. 

Fenomena ini, meskipun memberikan visibilitas tinggi, bisa berdampak negatif terhadap persepsi publik dan kepercayaan terhadap pejabat tersebut.

Persona Tidak Otentik dan Penipuan Citra

Salah satu kesalahan umum yang sering dilakukan pejabat di media sosial adalah menciptakan persona yang tidak otentik. Mereka berupaya menampilkan citra sebagai pribadi yang "sempurna" di dunia maya, seringkali dengan memposting konten yang dikurasi dengan hati-hati untuk menarik simpati publik. Namun, ketika tindakan dan kinerja yang ditunjukkan di dunia nyata tidak sejalan dengan citra tersebut, publik mulai kritis dan kehilangan kepercayaan.

"Penipuan" citra dapat memicu reaksi balik dari masyarakat, terutama ketika mereka menyadari bahwa apa yang ditampilkan hanyalah lapisan luar yang menutupi kinerja yang biasa-biasa saja.

Risiko di Balik Citra Modis di Medsos

Ada beberapa risiko yang dapat terjadi ketika pejabat terlalu fokus membangun citra melalui media sosial. Pertama, kurangnya transparansi. Ketika media sosial menjadi sarana utama komunikasi, fokus terhadap kegiatan dan keputusan penting bisa teralihkan. Pejabat mungkin menjadi lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi yang dianggap dapat merusak citra mereka, sehingga mengaburkan transparansi yang dibutuhkan publik.

Kedua, penyalahgunaan wewenang. Pejabat yang terlalu sibuk membangun citra mungkin lebih memprioritaskan upaya untuk mempertahankan popularitas daripada menjalankan tugas-tugas resmi mereka dengan baik. Ini bisa memicu penyalahgunaan wewenang, seperti mengutamakan proyek yang "tampak bagus" di mata publik, tetapi tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Membedakan Citra dengan Kinerja Nyata

Bagi publik, membedakan antara citra yang ditampilkan di media sosial dengan kinerja nyata pejabat bisa menjadi tantangan. Namun, ada beberapa cara untuk melihat di balik layar pencitraan ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline