Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Menguak Rasa Harap Sejati: Menyibak Tabir Harapan dalam Islam

Diperbarui: 28 Juli 2024   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harapan sejati membimbing kita menuju ketaatan, bukan sekadar angan-angan kosong. | Foto: depositphotos.com

"Harapan sejati adalah ketika cinta, ketakutan, dan usaha bersatu, membimbing kita dalam ketaatan dan menjauhkan dari kemaksiatan, menuju ridha Ilahi."

Hidup adalah perjalanan. Dalam hidup ini, setiap insan pasti pernah merasakan harap dan angan-angan. Namun, seringkali kita terjebak dalam ilusi harap yang sebenarnya hanyalah angan-angan belaka.

Saatnya kita sekarang lebih ngeh, peduli dan kritis untuk membedakan antara harapan dan angan-angan. Antara yang logis, dengan yang ilusif. Antara yang memberdayakan, dengan yang mengasingkan dan melemahkan.

Jadi sejatinya, harap yang sebenarnya, atau harapan sejati, memiliki ciri-ciri yang jelas. Yaitu membimbing seseorang menuju ketaatan kepada Allah SWT.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam karyanya, "Al Jawaabul Kafi," rasa harap yang benar adalah yang membimbing seseorang untuk berbuat ketaatan dan menjauhkannya dari kemaksiatan. Ia berkata, "Siapa saja yang rasa harapnya membimbingnya untuk berbuat ketaatan dan menjauhkannya dari kemaksiatan, maka ini adalah bentuk rasa harap yang benar."

Ini menunjukkan bahwa harap yang sejati bukan sekadar angan-angan kosong, melainkan harapan yang disertai tindakan nyata.

Harap sejati akan mengangkat dan meninggikan kita. Sementara angan-angan akan menjauhkan kita pada fitrah dan tujuan manusia ini diciptakan.

Tiga Unsur Harap yang Sejati

Al-Imam Ibnul Qoyyim menyebutkan bahwa rasa harap yang benar memiliki tiga unsur utama yang harus ada. Pertama, mencintai yang dia harapkan. Harap yang sejati berawal dari cinta yang mendalam terhadap apa yang kita inginkan, baik itu ridha Allah, rahmat-Nya, atau surga-Nya. Tanpa cinta, harap hanyalah ilusi yang mudah pudar.

Kedua, khawatir hilangnya sesuatu yang dia harapkan. Ketakutan akan kehilangan harapan ini memotivasi seseorang untuk menjaga dan merawat harapannya dengan baik. Ia akan berusaha menghindari segala hal yang dapat menghilangkan harapannya, termasuk kemaksiatan dan dosa.

Ketiga, berusaha untuk menggapai yang dia harapkan semaksimal mungkin. Usaha yang sungguh-sungguh adalah bukti nyata dari harap yang sejati. Tanpa usaha, harap hanyalah angan-angan yang tidak berarti. Ibnul Qoyyim menegaskan bahwa "Setiap orang yang berharap, pasti dia akan khawatir." Kekhawatiran ini menjadi pendorong untuk terus berusaha dan berjuang demi menggapai harapan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline