Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Insan Pembelajar

Untuk Pertama Kali, Lebaran Ini Aku Sungkeman di Pusaran

Diperbarui: 8 April 2024   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungkeman di Pusaran Kenangan | Foto: dokumentasi pribadi

"Di antara kenangan yang kita ukir, sungkeman adalah doa yang kita panjatkan dalam diam."

Dalam perjalanan panjang kehidupan ini, orang tua bagiku adalah kampung halaman. Mereka adalah kehangatan dalam dinginnya dunia, dan kenyamanan saat badai menggoyahkan perahu jiwa.

Dalam pelukan mereka, terkhusus dengan ibu, aku menumpahkan segala perasaan, bercerita tentang diri, pekerjaan, keluarga, dan nafas kehidupan. Sosok terindah yang selalu kubutuhkan dan kurindukan, dan tak tergantikan.

Kasih sayang mereka bagaikan sungai yang mengalir deras, tak kenal waktu dan zaman. Cintanya seperti mata air jernih, menghilangkan dahaga kegalauan dalam jiwa dan rasa.

Namun, menjelang Idul Fitri seperti sekarang, kebahagiaan bagi mereka yang masih memiliki orang tua sebagai kampung halaman adalah bahagia tak terhingga. Bersilaturahmi, bersimpuh, meminta maaf, dan memeluk hangat adalah upaya sungkeman yang biasa dilakukan, menangis hingga hati terasa tenang dan tentram.

Sungkeman bukan sekadar tradisi, ia adalah keindahan, kehangatan, dan dalamnya makna ikatan kehormatan serta kekeluargaan. Ini adalah wujud penghormatan, kerendahan hati, dan permohonan maaf yang tulus kepada ibu dan bapak.

Namun, di lebaran ini, aku hanya bisa sungkeman di pusaran. Kamis sore kemarin, aku hanya bisa memandang dan memeluk kuburan mereka, membersihkannya dengan penuh kasih sayang seperti yang selama ini mereka lakukan padaku.

Tradisi sungkeman bukan hanya sekadar saling memaafkan, tetapi juga wadah untuk menyampaikan rasa terima kasih, rida, restu, dan doa agar ke depan semuanya menjadi lebih baik.

Mungkin aku tak bisa lagi merasakan hangatnya tangan mereka, atau mendengar nasihat bijak dan suara doa-doa indah yang mereka panjatkan. Namun, aku yakin, mereka selalu hadir dalam doa-doa terbaikku. Aku pun bersyukur, kerapnya ibuku menemuiku dalam mimpi yang indah. 

Lebaran ini, sungkemanku kupanjatkan dalam doa di sajadah panjang. Lalu, seperti hari sore kemarin, kupanjatkan doa di pusaran. Itu adalah cinta yang abadi, terukir di dalam hati yang takkan pudar oleh waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline