Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Menguak Ancaman Demokrasi: Dari Isme Politik Hingga Demagogi

Diperbarui: 30 Januari 2024   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi adalah sebuah pilihan | Image: ideogram.com

"Kita harus memperkuat fondasi demokrasi dengan menjauhkan diri dari figur-figur individual dan memfokuskan pada prinsip-prinsip yang lebih luas."

Dalam arena politik, isu-isu baru seringkali muncul sebagai tren yang menarik perhatian. Namun, di balik sorotan tersebut, terdapat ancaman serius bagi demokrasi yang harus kita pahami dan hadapi dengan serius. Isme politik dan praktik demagogi merupakan dua hal yang menonjol dalam pemandangan politik global saat ini, menghadirkan tantangan tersendiri bagi integritas sistem politik.

Isme-isme politik seperti yang dicontohkan dalam sejarah politik, dari Reagansme hingga Trumpisme, dan isme terkait tokoh politik lainnya, seringkali menghadirkan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi. Di sisi lain, praktik demagogi juga meruncingkan risiko polarisasi dan ketegangan dalam masyarakat. Dalam konteks ini, penting untuk melihat bagaimana fenomena ini berperan dalam mempengaruhi proses politik dan stabilitas demokrasi.

Isme Baru Bisa Memuluskan Dinasti Politik

Dunia politik selalu diwarnai dengan munculnya beragam isme baru yang mencerminkan pandangan, haluan, atau wawasan dari tokoh-tokoh politik terkenal. Mulai dari Reagansme, Thatcherisme, Trumpisme, dan banyak lagi, istilah-istilah semacam ini menjadi label untuk gagasan atau kebijakan yang terkait dengan tokoh-tokoh tersebut. Namun, dalam kecenderungan ini terdapat ancaman yang perlu dipertimbangkan dengan serius.

Salah satu ancaman yang muncul adalah kemungkinan melebarnya jalan bagi dinasti politik. Dengan semakin meluasnya penggunaan isme-isme ini, terdapat risiko bahwa proses pembentukan dinasti politik akan menjadi lebih mudah. Sistem meritokrasi, yang seharusnya menjadi dasar bagi penentuan kepemimpinan, dapat terpinggirkan oleh kesetiaan buta terhadap figur-figur politik tertentu. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kualitas demokrasi dan keadilan dalam proses politik.

Terminologi yang mengagungkan figur tertentu juga menjadi ancaman bagi praktik demokrasi. Metafora semu semacam ini tidak hanya memperkuat kekaguman terhadap tokoh-tokoh politik, tetapi juga dapat mengaburkan pemahaman tentang nilai-nilai demokratis yang seharusnya menjadi landasan sistem politik. Isme-isme baru yang melekat pada tokoh-tokoh ini bisa jadi tidak lebih dari fanatisme buta, yang mengabaikan substansi dan mereduksi politik menjadi pengabdian kepada sosok tertentu.

Arah dan praktik politik seharusnya bertumpu pada nilai atau falsafah negara, sistem atau struktur demokrasi, bukan pada pribadi penguasa. Ketika politik berkiblat pada sosok pemimpin, risiko konsentrasi kekuasaan pada satu individu menjadi sangat nyata. Hal ini dapat menyebabkan korupsi politik, ketidakseimbangan kekuasaan, dan akhirnya, pembusukan politik secara keseluruhan.

Oleh karena itu, penting bagi aktor-aktor politik untuk mengalihkan fokus dari figur-figur individual menuju prinsip-prinsip yang lebih luas, seperti nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hanya dengan memperkuat fondasi demokrasi yang sehat dan memperhatikan prinsip-prinsip yang mendasarinya, kita dapat menghindari jebakan demagogi dan dinasti politik yang dapat merusak integritas sistem politik secara keseluruhan.

Kebangkitan Demokrasi Reaksioner

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline