Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Insan Pembelajar

Membangun Politik Inklusif Tanpa Komentar Rasis

Diperbarui: 13 Januari 2024   07:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etika adalah kompas moral yang membimbing arah peradaban manusia. Tak ada lagi rasis bila etika ada di dada & di kepala. | Image: svvoice.com

"Politik yang inklusif bukan hanya tanggung jawab politisi, tetapi sebuah komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan politik yang adil, harmonis, dan bermartabat."

Zaman yang sudah semakin maju kini nampak terlihat dari perubahan yang sungguh luar biasa. Sebuah perubahan yang boleh dikatakan sebagai Perubahan HEMMATT. Hiperkompetitif, ekstrim (eksponensial), mendasar, membahayakan, akseleratif, tak terpola, dan tak terduga. Akhirnya, nilai-nilai peradaban sendiri kini semakin mengkristal dan mendapat pengautan di berbagai belahan dunia. Mulai dari nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, ketertiban dan hukum, kemerdekaan dan hak azasi manusia, hingga nilai-nilai kerjasama dan pendidikan. Juga nilai-nilai kearifan, toleransi, keberlanjutan, dan perdamaian. 

Namun ironisnya, dalam dunia politik, masih saja ditemukan para politisi atau senator yang berbicara, marah, memberikan pernyataan bahkan serangan yang dianggap rasis. Ironisnya, masalah rasis dan diskriminasi tetap berlanjut dan berulang. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendidikan, toleransi, dan koordinasi yang lebih baik antara masyarakat dan pemerintah. 

Pemahaman mendalam terhadap risiko yang terkait dengan komentar rasis seorang politisi menjadi krusial dalam menjaga reputasi sebuah partai. Dalam artikel ini, penulis akan menguraikan perspektif Risk Management terhadap dampak serius komentar rasis terhadap citra politik dan langkah-langkah tindakan yang dapat diambil untuk meminimalkan risiko reputasi. Selain itu, kita akan menganalisis motivasi politisi dalam berkomentar rasis dari sudut pandang Risk Management, dengan mengidentifikasi faktor-faktor potensial yang dapat memicu perilaku tersebut.

Selanjutnya, artikel ini akan merinci aspek-aspek profesional dan personal yang dapat menjadi pemicu komentar rasis politisi. Dari kurangnya kesadaran diri hingga tekanan dari basis pendukung, pemahaman terhadap faktor-faktor ini akan membantu mengidentifikasi akar penyebab perilaku yang merugikan tersebut. Penulis juga akan membahas upaya-upaya pencegahan yang dapat diambil oleh individu politisi, partai politik, dan masyarakat secara keseluruhan untuk memastikan bahwa kasus serupa tidak terulang di masa depan.

Melalui penggabungan pemahaman Risk Management dan Crisis Management, artikel ini bertujuan untuk memberikan pandangan holistik terhadap risiko dan solusi terkait komentar rasis dalam konteks politik. Dengan harapan, langkah-langkah pencegahan yang diusulkan dapat menjadi landasan bagi politisi dalam menjalankan tugas mereka dengan integritas dan profesionalisme, serta menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif dan positif.

Dari perspektif Risk Management, komentar rasis seorang politisi itu sangat serius dapat menimbulkan risiko reputasi yang serius bagi partai. Tindakan cepat dan tegas, seperti klarifikasi, permintaan maaf, dan penghapusan komentar, bisa membantu mengurangi dampak negatif, namun tetap perlu langkah-langkah preventif dan edukatif agar kejadian serupa tidak terulang.

Menganalisis Motivasi Politisi dalam Berkomentar Rasis

Ada beberapa penyebab potensial yang dapat mendorong seorang politisi untuk berkomentar rasis terhadap lawan politisnya:

1. Ketegangan politik. Saat atmosfer politik tegang, beberapa politisi mungkin mencoba memanfaatkan isu-isu sensitif, termasuk rasis, untuk mencapai tujuan politik mereka.
2. Persaingan yang sengit. Persaingan yang ketat dalam dunia politik bisa menciptakan tekanan besar, mendorong beberapa individu untuk menggunakan retorika yang provokatif atau merendahkan.
3. Pola pikir yang sempit (fixed mindset). Beberapa politisi mungkin memiliki pandangan atau pola pikir yang sempit terkait suku, ras, atau agama tertentu, yang dapat tercermin dalam komentar rasis.
4. Upaya membelah masyarakat. Politisi tertentu mungkin menggunakan retorika rasis sebagai strategi untuk membelah masyarakat atau mendapatkan dukungan dari kelompok tertentu.
5. Ketidakpedulian terhadap etika. Beberapa politisi mungkin mengabaikan prinsip etika dan moral dalam upaya mencapai kepentingan politik pribadi.
6. Reaksi terhadap provokasi. Terkadang, komentar rasis dapat menjadi reaksi terhadap provokasi atau serangan verbal dari lawan politis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline