"Tuhanku, jadikan kampung ini tempat tinggal kami dan jadikan desa ini sebagai rezeki yang baik."
Merindukan kampung halaman adalah merindukan masa kecil. Setiap kuingat kampung halamanku, hati ini tak bisa membatu. Indahnya membeku. Hanya merindu dendam bila teringat kampung halaman yang indah, damai, dan tentram. Bergilir ada bayi dan anak kecil yang kaki-kakinya lincah menari dan berlarian. Banyak ucapan canda sahut-sahutan, dan banyak senda tawa terhias beterbangan. Saat panen padi, saat memetik mentimun, mengumpulkan kelapa-kelapa tua, ngabedahkeun di kulah di kolam ikan, dan di mana-mana.
Di kaki gunung yang biru, di situlah indah kampung halamanku. Gunung-gunung menjulang tinggi dengan kehangatan mentari di pagi hari, dan sungai yang jernih yang airnya mengalir berdesir-desir. Aku suka jalan pagi bertepuk hamparan padi di kanan dan kiri, dan gumpalan tipis awan-awan di atasku seperti kapas yang mengambang indah untuk diabadikan. Sementara ciutan burung-burung terbang berkejaran menyanyikan harmoni alam yang indah. Seindah kupu-kupu di balik bunga. Di kampung itulah, aku pertama mengeja kata.
Sepekarangan dengan hunian unggas dan soang, di situlah tempat kampungku berada. Tempat yang indah dengan keanekaragaman budaya yang unik. Di kampungku di kaki gunung Gede, terdapat banyak pengajian yang melekat erat dengan kehidupan masyarakat setempat. Hangat dan indahnya kampung halaman sampai kapan pun tak akan pernah kulupa
Satu batang padi liar aku potong. Lalu, aku membuat seruling dengannya dan meniupnya diiringi liukan tarian indah alang-alang. Riang gembira dengan langkah-langkah bahagia. Menapak jalan-jalan kecil di atas Gunung Mananggel, di lapang Stasiun Sayang, hingga Karyamukti di Gunung Padang.
Merindukan kampung halaman adalah merindukan masa kecil. Banyak kaki lincah berlarian di balik lorong rimbunnya pohon-popon bambu. Bermain bebeletokan perang-perangan, lalu mandi bersama di kolam empang. Lalu kami pulang dengan tawa dan keceriaan membawa batu-batu bulat untuk kami taruh di halaman depan. Berjalan cukup jauh di jalan pematang. Kemudian mengembara tidak henti-hentinya, mulai dari cari belut dan ikan di kolam, hingga cari daun cincau di Cantilan. Semua tercatat lekat dalam kenangan.
Kampungku, Kenangan Indah yang Tak Pernah Pupus dalam Gemerlap Kota
Pagi itu, ada tetangga manis dan pendatang baru yang datang mengenalkan. Ramah senyumnya, hangat hatinya. Lalu, tak lama sebagian teman berpulang dan bermakam. Sebagian pergi ke benua seberang. Hati dan jiwaku tetap tetap tertanam di kampung halaman, meski kaki menjejak di negeri orang.
Keluarga dan orang-orang tercinta kini sementara aku tinggalkan. Mereka hidup penuh cinta dan ketenangan. Lalu, aku titipkan mereka pada daun dan kerimbunan yang sementara aku tinggalkan. Bersahaja di desa yang kenangan indahnya tak kan pernah pupus dalam gemerlap kota.