Kemenkeu sedang terguncang oleh badai masalah yang bertubi-tubi! Berita mengenai kasus penganiayaan berat yang melibatkan Mario Dandy dan Agnes hanya menjadi pemicu dari deretan kasus yang mengguncang institusi ini. Seperti bongkahan salju yang semakin membesar, masalah-masalah baru terus bergulir.
Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta yang sering pamer-ria menjadi sorotan terakhir dan akhirnya dicopot dari jabatannya, menyusul berbagai tuduhan korupsi dan pelanggaran lainnya yang melibatkan pegawai-pegawai di bawahnya. Namun, kejutan baru muncul ketika gaya hidup istri dan anak dari Kepala Bea Cukai Makassar juga menjadi sorotan publik. Sebelumnya, muncul berita 13 ribu pegawai Kemenkeu belum lapor hartanya.
Tak hanya itu, KPK juga akan melaporkan 134 ASN Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan ke Kemenkeu. Tak ayal, ini akan menjadi beban baru bagi institusi yang sudah terguncang oleh kasus-kasus sebelumnya. Bahkan, Mahfud juga menyatakan bahwa ada pergerakan uang mencurigakan senilai Rp300 triliun yang melibatkan 460 pegawai di Kemenkeu.
Kasus-kasus tersebut semakin meruncing ketika 40 rekening milik Rafael dan keluarganya diblokir karena transaksi mencapai lebih dari Rp500 miliar. Tak hanya itu, PPATK bahkan mengonfirmasi bahwa Rafael juga memiliki "safe deposit box" yang berisi puluhan miliar rupiah di luar transaksi di rekeningnya.
Dengan berbagai masalah yang semakin membesar dan mengguncangkan Kemenkeu, institusi ini harus segera mengambil tindakan untuk membersihkan diri dari praktik-praktik korupsi dan pelanggaran lainnya. Sebuah drama besar yang akan terus berlanjut dan bisa berpotensi membuat masyarakat semakin meragukan integritas pemerintah.
Perlukah Kemenkeu Melakukan "Red Alert" dan "Tanggap Darurat" atas Serangkaian Kasus yang Mengguncang Institusi ?
Kini, harus diakui bahwa terdapat beberapa kasus serius yang mengguncang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan mungkin perlu diambil tindakan lebih lanjut. Dilihat dari perspektif manajemen risiko, apakah rentetan kasus ini perlu menghidupan semacam "Red Alert" atau "Aksi Tanggap Darurat" ?
Sebelum dapat menentukan apakah tindakan "Red Alert" atau "Aksi Tanggap Darurat" diperlukan, perlu dipahami terlebih dahulu makna dari kedua tindakan tersebut.
"Red Alert" biasanya digunakan dalam situasi darurat yang membutuhkan perhatian dan tindakan segera untuk memastikan keselamatan dan keamanan. Sedangkan "Aksi Tanggap Darurat" mengacu pada serangkaian tindakan koordinasi dan respons yang cepat yang diterapkan dalam situasi krisis atau bencana.
Dari sisi risk management, dapat dipertimbangkan untuk mengaktifkan rencana tanggap darurat atau mekanisme pengendalian risiko yang ada. Namun, apakah tindakan "Red Alert" atau "Aksi Tanggap Darurat" perlu diambil tergantung pada seberapa serius dan mendesak situasi yang dihadapi, serta tingkat dampaknya pada institusi atau masyarakat.