Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Insan Pembelajar

Kasus Korupsi Pegawai Pajak: Solusi Efektif Mengatasi dan Meningkatkan Integritas

Diperbarui: 26 Februari 2023   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa skandal kasus pegawai Ditjen Pajak berulangkali terjadi ? | Foto : freepik.com

Skandal kekayaan tak wajar dan kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak kembali mencuat ke permukaan. Kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak telah menjadi perbincangan publik yang tak pernah reda. Skandal kekayaan fantastis, termasuk bisnis kuliner dan kepemilikan rumah mewah yang menjadi sorotan, menimbulkan tanda tanya akan efektivitas kode etik yang ada. Tukin terbesar yang diterima oleh para ASN di DJP seharusnya telah menjamin integritas, namun kenyataannya korupsi masih terjadi. Salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya integritas pegawai pajak. Oleh karena itu, upaya komprehensif untuk meningkatkan integritas dan menangani kasus korupsi di DJP perlu dilakukan.

Belakangan, pegawai pajak kembali menjadi sorotan setelah terungkapnya kekayaan tak wajar seorang pegawai pajak yang disinyalir terlibat dalam pencucian uang. Anaknya yang suka pamer kemewahan menjadi pemicu terungkapnya kasus ini. Pemeriksaan asal muasal kekayaannya menemukan deretan rumah mewah, sejumlah kendaraan mewah dan bisnis kulinernya. Hartanya bahkan disebut melebihi menteri dan presiden. Padahal, sebagai ASN dengan besaran tunjangan terbesar dibandingkan instansi pemerintahan lainnya, para pegawai pajak seharusnya tidak tergoda oleh suap.

Sejumlah Kasus Koq Berulang Terus ?

Kasus korupsi yang melibatkan pegawai pajak terus terjadi di Indonesia. Modusnya bervariasi, seperti rekening gendut hingga kekayaan fantastis. Sejumlah pegawai telah terseret dalam skandal korupsi. Antara lain : Gayus Tambunan (Oktober, 2009), Bahasyim Assifie (Februari 2011), Dhana Widyatmika (Maret 2012), Totok Hendriyatno (2012), Denok Taviperiana (2013), Tomy Hindratno (2013), Pargono Riyadi (April 2013), Eko Darmayanto dan Muhammad Dian Irwan Nuqisra (Desember 2013), Dandan Ramdani (2016), Handang Soekarno (November 2016); Ramli Anawar (Agustus 2018), Yul Dirga, Hadi Sutrisno, Jumar dan M Naim Fahmi (Oktober 2019), Angin Prayitno (Februari 2021), Abdul Rachman (Agustus 2022), Rafael Alun Trisambodo (Pebruari 2023)

Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2015 mengatur besaran Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (Tukin) Pajak. Meski gaji dan tunjangan petugas pajak negara tergolong tinggi, masih terdapat peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan korupsi.

Sebagai gambaran dari peraturan itu, Tukin terendah diberikan kepada pegawai dengan jabatan pelaksana atau peringkat jabatan 4, dengan besaran sebesar Rp 5.361.800. Sedangkan Tukin tertinggi diberikan kepada pejabat struktural Eselon I dengan peringkat jabatan 27, dengan besaran sebesar Rp 117.375.000.

Sama seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) lainnya, pegawai pajak juga mendapatkan tunjangan tambahan selain gaji pokok. Tunjangan-tunjangan tersebut meliputi tunjangan suami/istri sebesar 5 persen dari gaji pokok, tunjangan anak sebesar 2 persen dari gaji pokok dengan batas maksimal 3 anak, tunjangan makan dengan besaran Rp 35.000 - 41.000 per hari, tunjangan jabatan, dan tunjangan perjalanan dinas.

Meski gaji ditambah tunjangan jadi lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai lain, masih saja korupsi dan penyalahgunaan wewenang terjadi. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih komprehensif dan terus-menerus untuk meningkatkan integritas, transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme petugas pajak di Indonesia.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah penerapan teknologi informasi yang lebih canggih, pengembangan sistem pengawasan yang efektif, pelatihan dan pengembangan karir bagi petugas pajak, serta pengadaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung kinerja mereka. Selain itu, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan praktek korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak negara juga perlu ditingkatkan.

Untuk meningkatkan integritas, upaya pencegahan yang lebih efektif juga dapat dilakukan dengan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar kode etik dan hukum. Transparansi dan keterbukaan informasi terkait gaji dan tunjangan yang diterima oleh petugas pajak juga dapat membantu meningkatkan akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan wewenang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline