Berita hingar bingar dan bahasan terbaca di media berkait rencana ERP yang akan diberlakukan di DKI. Muncul pertanyaan yang menggoda. Dalam perspektif manajemen risiko, apakah mitigasi risiko dan maksimalisasi efisiensi ERP sudah benar sejak awal?
Tak hanya itu, ada pertanyaan lain yang melintas saat membaca sedikit kegaduhan tentang ERP. Pertanyaannya, benarkah ERP akan jadi solusi efektif untuk mengatasi risiko dalam pengendalian kemacetan?
Bagaimana mitigasi risiko bagi "wong cilik" yang melintasi jalur-jalur ERP itu, dan apakah ini akan menambah beban mereka?
Dengan biaya sosial yang tinggi dari dampak kemacetan, apakah ERP ini akan jadi jalan keluar untuk "memaksimalisasi efisiensi" durasi waktu tempuh dalam penggunaan jalur-jalur yang menjadi kawasan aturan ERP ?
Apa Itu ERP ?
ERP atau Electronic Road Pricing yang merupakan aturan jalan berbayar adalah sistem pengendalian lalu lintas yang digunakan untuk mengurangi kemacetan jalan.
Sistem ini akan mengenakan biaya pada pengemudi yang melewati jalan-jalan tertentu pada waktu-waktu tertentu. Sistem ini juga menggunakan perangkat elektronik untuk memantau perjalanan kendaraan dan mengenakan biaya yang sesuai.
Tujuan awalnya adalah untuk mengurangi jumlah kendaraan yang melewati jalan-jalan tertentu pada waktu-waktu sibuk, sehingga mengurangi kemacetan dan polusi udara. Juga bertujuan mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan angkutan umum.
ERP telah digunakan di beberapa negara, termasuk Singapura, yang menjadi salah satu contoh yang paling terkenal dari sistem ini.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan aturan ERP pada 25 ruas jalan utama di Jakarta. Kebijakan ERP sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2012, namun belum sempat dilaksanakan.