Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Insan Pembelajar

"Sudah 5 Hari Pak, Saudara Saya Hilang Kontak..."

Diperbarui: 25 November 2022   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Ilustrasi : detik.com

Pengantar 2 gallon minum siang ini yang datang ke rumah saya, auranya agak berbeda. Raut wajahnya tak seperti biasanya. Nampak dingin, lebih serius, dan ia lebih sering melihat kebawah. Tak seperti biasanya begitu, dimana ia selalu datang dengan sigap dan riang. Malah saya selalu kalah, karena ia lah yang lebih sering menyapa duluan daripada saya. Namun sekarang, sepertinya ada sesuatu yang cukup serius, atau berat ia pikirkan.

Dengan sangat hati-hati, perlahan saya tanyakan kabar dia dan keluarganya seperti biasa. Seperti biasa pula, ia jawab - kali ini dengan suara datar - dengan kata-kata yang sama. Namun, tatapannya menunduk ke bawah. "Alhamdulillah, baik Pak. Semoga Bapak dan keluarga pun baik adanya".

"Gimana Kang, dengan kejadian gempa kemarin. Apa ada keluarga atau keluarga besar yang terdampak", tanya saya mencoba membuka dialog.

Dia menatap mata saya lekat-lekat, lalu menarik nafas panjang. Seolah ia ingin mengetahui, Si Bapak ini tanya basa-basi, atau benar-benar mau mendengarkan saya ? Tak lama kemudian, dengan suara perlahan ia pun menjawab.

"Itulah Pak, kami ini sekarang sedang berduka, mengungsi. Alhamdulillah, semua keluarga sih baik. Tapi istri, anak-anak saya, dan khususnya ibu saya sampai sekarang masih sangat ketakutan. Saya kerja disini sih ngak kerasa apa-apa, tapi kalau tinggal di sana, dan kebetulan rumah kami disana, itu kerasa banget pak. Apalagi ibu saya, ia selalu was-was setiap saat. Disini sih yang kemarin kerasa besar 2x, namun disana ada lebih 4x terasa sekali gempanya".

Lama juga Akang ini cerita tentang gempa, keluarga dan tempat pengungsiannya di depan dapur rumah. Sesekali ia menyelinginya dengan beberapa nafas panjang. Seolah, ia sedang mencari keseimbangan yang dengan nafas panjang itu, ia bisa untuk mengendalikan diri dan emosinya.

Cerita pun terus berlanjut. Saudara laki-laki dari istrinya itu hingga kini masih tak bisa dihubungi. "Los contact Pak. Udah 5 hari Pak, saudara dari istri saya hilang kontak. Udah sih dilaporin ke aparat desa, aparat kepolisian, dan BPBD. Udah juga dicari di tempat-tempat pengungsian. Namun hingga sekarang, belum juga ada kontak ke keluarga kami. In Syaa Allah, keluarga besar kami dari Tasik akan datang. Mereka akan bantu saudara dari istri saya itu. Doakan ya Pak, semoga bisa ketemu dan Selamat..."

Saat saya mau bertanya lagi, dia sudah mengambil 2 gallon kosong. Bersiap-siap mau pergi. Pertanyaan-pertanyaan saya yang masih tersisa, tak jadi saya utarakan. Saya tak mau mengganggu waktu kerja produktifnya, hanya karena kekepoan saya yang senyatanya ingin juga bantu meringankan bebannya.

Jadi, saat korban bencana atau orang yang sedih curhat, maka kita jangan hanya menyimak dan berempati saja. Namun juga ubah emosi kita dengan nada, gerakan dan kata positif yang tepat dari kita. Jangan sampai saat mereka sudah curhat, lalu mereka semakin sedih dan berkubang dengan kesedihannya. Ya, pandai-pandailah kita mengarahkannya. Karena dengan emosi yang salah, maka berturut-turut akan berdampak menjadi keputusan, tindakan, hasil, nasib dan hidup yang salah.

4 Pertanyaan Yang Meringankan Beban Korban Gempa

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline