Lihat ke Halaman Asli

Agung MSG

TERVERIFIKASI

Insan Pembelajar

Tanda-Tanda Nyata Kegagalan Kepemimpinan

Diperbarui: 12 November 2022   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : pixabay.com - ivanacoi

Segala sesuatu akan baik, bila diawali dengan niat yang baik, di tempat yang baik, dengan proses yang baik, dengan cara dan tujuan yang baik, In Syaa Allah semua akan berakhir dengan baik. Sebaliknya, bila sesuatu diawali dengan kecurangan dan kebohongan hingga rekayasa, maka akan tunggu waktu saja. Semua akan jadi track record dan catatan sejarah.

Prinsip ini, juga berlaku pada konteks kepemimpinan yang saya amati baik di usaha skala kecil, perusahaan besar, BUMN, hingga perusahaan go public, atau pun di level kepemimpinan publik yang lebih luas. Tanda-tanda atau ciri-ciri itu nyaris punya pola yang sama.

9 Tanda Kegagalan Kepemimpinan


Pertama, nampak ambisius sejak awal. Kepemimpinan adalah amanah yang dititipkan pada orang yang punya kapasitas yang besar. Pada kepemimpinan dalam konteks kenegaraan, kapasitas ini setidaknya menyangkut etikabilitas, intelektualitas, dan elektabilitas. Sedangkan dalam konteks kepemimpinan bisnis & profesional, kapasitas ini menyangkut etikabilitas, intelektualitas dan profesionalitas. Antara lain dicirikan pada portopolio masa lalu, atau track record di karir dan profesinya.

Orang ambisius ini biasanya hanya fokus pada kepentingan dirinya sendiri dan kelompok pendukungnya. Tak punya konsep yang jelas dalam bekerja, wawasannya sempit, tak bisa berpikir strategik, sense of crisis yang rendah, hingga ada yang memimpin dengan arogan. Sering keluh kesah, menebar ancaman, atau marah-marah.

Dalam sebuah kasus, suatu saat ada GM HRD yang baru bergabung di sebuah perusahaan go public. Ia datang dan membawa banyak gebrakan program baru sesaat ia menjabat. Namun sayang, pada saat memasuki tahun ke-3, ia mendapat "perlawanan" serius dari orang-orang operasional di lapangan. Kesalahannya saya lihat sederhana, ia memberlakukan orang-orang di industri jasa dengan caranya yang biasa ia menangani karyawan pada industri padat karya !

Ciri kedua, ketidakjujuran. Masalah integritas, juga amanah, adalah masalah hitam dan putih, dan tidak ada abu-abu. Namun di dunia politik, ada gradasi warnanya. Ada yang abu-abu muda, ada juga yang abu-abu tua. Benar saja pepatah yang mengatakan "sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga", persis seperti "sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu ia jatuh juga.".  Publik pada akhirnya tahu, dan deretan kebohongan demi kebohongan ditampakkan oleh Tuhan.

Celakanya, kebohongan itu akan ditutupi dengan kebohongan lain yang tak jarang tak masuk akal, dan terkesan kekanak-kanakan. Dalih, rasionalisasi, pembenaran, framing, "cocokologi" dan sejenisnya, nampak ditebarkan dan bahkan diproduksi dengan sistemik. Uniknya, tak jarang para pembohong ini akan dikelilingi oleh para penjilat yang mencari kesempatan dan jalan pintas untuk memenuhi ambisi pribadinya. Dalihnya, untuk kepentingan umum, "demi bangsa dan negara".

Ciri ketiga, mendahulukan kepentingan diri dan kelompoknya daripada kemaslahatan. Kepentingan diri dan kelompok yang mendukungnya akan mengalahkan kebenaran, aturan, kode etik, undang-undang, dan kewajiban utamanya. Bila ini sudah terjadi, tak jarang kita melihat adanya pencitraan yang senyatanya ia telah meninggalkan kewajiban-kewajiban tugas utama yang sesungguhnya.  

Ciri keempat, budaya baik luntur dan hancur. Pimpinan yang buruk itu bisa merusak sistem. Bila sistem sudah rusak, maka budaya kerja dan perilaku juga bisa rusak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline