Lihat ke Halaman Asli

Kebijakan Pasar Monopoli Oleh Operator Telekomunikasi

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah pasar global yang makin berkembang, ternyata kebijakan pemberlakuan pasar monopoli mulai dikembangkan. Sebelum membahas lebih lanjut tentunya kita harus mengetahui apakah artinya pasar monopoli itu.

Menurut Wikipedia, pasar monopoli (dari bahasa Yunani: monos, satu + polein, menjual) adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis".

Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau —lebih buruk lagi— mencarinya di pasar gelap (black market).

Pertanyaan berikutnya yang berkembang adalah apa hubungannya operator telekomunikasi di Indonesia dengan monopoli?

Mulai akhir tahun dan kuartal tahun pertama 2011, tiga operator besar telekomunikasi Indonesia memberlakukan kebijakan hard cluster untuk penjualan voucher isi ulang elektrik merekan.  Kebijakan hard cluster adalah pemberlakuan kebijakan dimana chip yang melakukan pengisian (A number) harus diposisi cluster yang sama dengan yang diisi (B number). Teknik yang digunakan sampai tahap ini adalah pembacaan BTS B number pada saat dilakukan pengisian.

Contoh mudahnya adalah misalkan seseorang yang berada di kota Yogyakarta diharuskan mengisi pulsa di kota Yogyakarta. Misalkan dia diisikan oleh temannya dari Jakarta, maka dealer dari Jakarta akan mendapat poin negatif dari operator.  Masalah ini dapat berakibat bila hard cluster secara keras diperlakukan akan menimbulkan masalah baru bagi konsumen. Seorang businessman ataupun turis tentunya tidak akan mau repot-repot mencari pulsa di tempat yang baru dia kunjungi. Dia akan lebih memilih meminta tolong keluarganya untuk membelikannya pulsa dari tempat asalnya daripada dia menghabiskan waktu untuk mencari tempat pembelian pulsa. Namun tentunya kebijakan yang kurang populer ini tidak akan diterapkan operator. Operator akan memilih menekan dealer daripada membloking BTS pengisian pulsa bila nomor yang dituju tidak berada di lokasi pengisian.

Mengapa hard cluster diberlakukan oleh operator? Tujuannya adalah agar operator bisa mendistribusikan stoknya secara lebih presisi sesuai dengan kebutuhan cluster masing-masing. Kebutuhan stok di tiap cluster dapat dihitung. Selama ini operator mengalami kesulitan untuk mendapatkan data berapa sebenarnya kebutuhkan real di tiap cluster karena barang yang ada di cluster tersebut sering dijual melalui server ke cluster lain.

Untuk menanggulangi ini maka operator memberlakukan kebijakan cluster berdasarkan area per kabupaten.  Saat ini XL sudah melakukan clusterisasi dengan membagi area seluruh Indonesia menjadi 192 cluster serta melakukan geolocking untuk chip masing-masing agar chip tersebut hanya dapat digunakan pada cluster yang sudah ditentukan saja. Setiap dealer XL diberi area garapan masing-masing dengan harapan agar fokus menggarap clusternya. Tujuan clusterisasi sampai tahap ini adalah agar dealer dari suatu operator bisa fight dengan dealer dari operator yang lain dalam menggarap areanya dan tidak bersaing dengan dealer sesama operator. Sebelum ada cluster bisa jadi ada area yang diperbutkan oleh beberapa dealer dari satu operator sementara ada area lain yang justru tidak ada yang menggarapnya. Awal Januari 2011 Telkomsel mengikuti disertai Indosat yang akan mengikutinya di bulan kedua tahun ini.

Dampak dari kebijakan ini adalah kenaikan harga oleh dealer karena monopoli yang diterapkan oleh para dealer. Kenaikan harga ini tentunya juga akan mengakibatkan penurunan margin keuntungan di kalangan penjual pulsa dan bahkan meningkatkan harga jual di kalangan konsumen. Entah apakah kebijakan monopoli ini menguntungkan atau merugikan para konsumen. Semoga saja tidak menjadi halangan dan hambatan bagi pengguna telekomunikasi.

(bagian pertama dari artikel "Perkembangan Distribusi Voucher Ereload Telekomunikasi di Indonesia")




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline