Lihat ke Halaman Asli

Agung Dwi

When the night has come

Vinales dan Yamaha Harus Lebih Dengarkan Rossi

Diperbarui: 18 Agustus 2017   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source: Motorsport.com

MAVERICK Vinales kembali tertunduk. Sesekali ia menggelengkan kepala ketika kembali ke paddock. Yamaha M1 miliknya kembali keteteran. Bahkan, M1 2017 miliknya dan Valentino Rossi harus rela diasapi M1 versi tahun lalu milik Johan Zarco di Austria, Minggu pekan kemarin. Setelah di Le Mans, Prancis, praktis si Top Gun ini gagal meraih podium tertinggi. Posisinya melorot drastis disalip Marc Marquez dan Andrea Dovizioso. Di klasemen pebalap, Maverick tertinggal 24 angka dari Marquez dan 8 angka dengan Dovi. Padahal, sebelum helatan di Mugello, Italia, ia sempat unggul 25 angka. Lalu, apa sebenarnya yang salah dengan Top Gun dan M1 versi 2017?

Sebenarnya, skill dan gaya balap Vinales tak usah diragukan lagi. Tahun kemarin, dengan menggeber Suzuki, ia mampu finis P1 sekali di Silverstone, Inggris, dan beberapa kali cetak podium. Ini yang bikin Lin Jarvis, Bos Movistar Yamaha, kepincut dengan pemuda 22 tahun asal Spanyol ini. Selepas Jorge Lorenzo teken kontrak dengan Ducati, Jarvis buru-buru membidik Vinales. Hasilnya toh bukan main. Pilihan Jarvis di awal musim sepertinya bakal moncer saja. Sejak tes pramusim di Valencia, Sepang, hingga Qatar, Vinales tak terbendung. Catatan waktunya mengungguli pebalap top lainnya, macam Marquez, Pedrosa, Rossi, Lorenzo, dan Dovizioso. Kemampuannya memaksimalkan potensi M1 di awal musim sangat dipuja-puji. Bahkan, jika dibandingkan dengan Vale, perbedaan catatan waktu di tes pramusim Vinales begitu mencolok. The Doctor selalu keteteran dengan bakal tunggangannya di musim 2017.

Selepas pramusim, Vinales pun kembali meneruskan kedigdayaannya dengan meraih P1 dua kali berturut-turut di seri pembuka. Di Qatar, Top Gun mengasapi DesmoDOVI dengan GP17-nya. Di Rio Hondo, Argentina, Vinales kembali unjuk gigi dengan unggul 2 detik lebih dari seniornya, Valentino Rossi.  Pertama kalinya, Movistar Yamaha finis satu-dua di MotoGP 2017. Di Le Mans, Prancis, Yamaha kembali jadi jagoan, meski Rossi tergelincir di lap terakhir saat adu salip dengan Vinales dan di Mugello, Vinales berhasil finis P2 di belakang Dovi.

Sampai di situ, sepertinya Yamaha dan Vinales bakal lancar-lancar saja menjalani musim ini. Namun, penyakit Jerez yang bikin M1 keteran kembali kambuh di Catalunya dan Spielberg, Austria. Musababnya, grip bagian belakang Yamaha tidak bisa nyeteldengan Michelin.

Sebenarnya, setelah Catalunya, Yamaha membikin sasis baru. Hasil positif didapat dengan menempatkan Vale di podium 1 di Assen, Belanda---meski selisihnya cuma sepersekian detik dengan GP17-nya Danilo Petrucci. Rossi senang, tapi Vinales murung. Gara-gara sasis baru, Top Gun tak bisa agresif, hasilnya ia DNF di Assen karena ngotot di chicane terakhir. Penyakit itu kambuh lagi Austria, Minggu pekan kemarin.

Yamaha Tak Lagi Sekomplet Dulu

Ada yang salah dengan cetak biru pengembangan M1 2017. Rossi sempat mengendus problem M1 2017 ini semenjak tes pramusim di Valencia. Sasis 2017 ini gagal menampilkan karakter smoothdi tikungan yang biasa jadi trademarkYamaha selama ini. Ketika memasuki tikungan, kata Rossi, M1 2017 sering mengalami understeerdan terlalu membebani kinerja ban belakang. Walhasil, saat melibas tikungan, kecepatan M1 tersendat. Apalagi, di sirkuit panas macam Jerez dan Catalunya atau sirkuit yang membutuhkan pengereman keras dan akselerasi tinggi macam Spielberg, M1 jelas keteteran dibandingkan RCV dan Desmosedici.

Meski sudah diperbarui, tetap saja sasis Yamaha kurang gereget. Rossi mengkritik pengembangan M1 yang cenderung lambat dibandingkan rival mereka. Honda dan Ducati yang di awal musim keteteran, bisa pelan-pelan mengembangkan motor mereka. Sementara, Yamaha harus gigit jari dan segera putar otak.

Rossi mengklaim, kegagalan pengembangan M1 ini ulah Yamaha yang kesengsem dengan performa Vinales di pramusim dan awal musim. "Ketika menguji motor baru ini di (tes) Valencia, saya langsung merasakan sensasi ini, tetapi Vinales tiba dari Suzuki, sangat termotivasi dan amat kencang di dalam tes-tes, dan ia kemudian mulai meraih kemenangan. Segalanya saat itu terlihat baik-baik saja dan mengalami kemunduran senantiasa terasa buruk sekali," terangnya selepas GP Catalunya. 

Bagi Rossi, permasalahan Yamaha saat ini bukan lagi soal setingan motor. Butuh keserusan dari Iwata agar M1 kembali kompetitif. "Jika harus kembali balapan satu jam lagi, saya tidak tahu apa yang harus diubah karena kami sudah melakukan segala cara untuk mengatasi ini, tapi kami gagal. Jadi, saya tidak yakin solusinya ada di garasi," ujar Rossi selepas balapan di Austria.

Vinales pun sepertinya harus mulai belajar dari The Doctor. Bukan berarti mengecilkan kemampuan Vinales di balapan, tapi tampaknya soal pengembangan motor, Vinales tak punya pengalaman berarti. Di Suzuki, Vinales tertolong dengan kehadiran Aleix Espargaro yang selalu menguji komponen baru. Di kelas sebelumnya, mana pernah Vinales jadi pembalap pengembang motor. Apalagi, Yamaha kurang skuat di test rider.Pebalap penguji Yamaha cuma Katsuyuki Nakasuga. Nakasuga lebih sering berada di Jepang, sementara pengujian-pengujian pembaruan komponen harus segera diterapkan. Rossi pun menilai, untuk menguji komponen baru seperti sasis butuh pebalap cepat sekelas pebalap MotoGP. "Dia cepat, tapi masih tak sekuat Maverick dan saya," ujar Rossi beberapa waktu lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline