Lihat ke Halaman Asli

RM Agung Dian Perdana

Volunteer FIM Jambi

Legalisasi Ganja, antara Sebuah Kinerja atau Hanya Buang Tenaga

Diperbarui: 4 Februari 2020   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi ganja, Sorce : iStockphoto

Belum lepas dari isu penyakit, publik pun baru-baru ini dihebohkan dengan wacana legalisasi ganja yang diusulkan oleh salah satu legislator asal Partai Keadilan Sosial (PKS), Rafli. Beliau mengusulkan agar ganja menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia.

Menurut Rafli, tanaman ganja pada dasarnya tidak berbahaya dan bisa dimanfaatkan sebagai obat dalam dunia farmasi. Lebih lanjut Rafli menyatakan bahwa Indonesia harus memiliki keberanian bereksperimen untuk menghasilkan produk bernilai di mata dunia yang berbahan baku ganja.

Legalisasi Ganja menjadi momok yang berkesan 'casing baru isi lama'. Banyak pula yang tidak setuju dan langsung berprasangka buruk dengan dasar bahwa selain dari faktor pengawasan yang musti diperketat, masih banyak pekerjaan rumah Indonesia di segi transparansi nantinya jika memang dilegalkan sehingga tidak ada mafia baru yang muncul, belum lagi pekerjaan rumah terkait maraknya penggunaan narkoba.

Dari segi culture budaya, fakta Indonesia sebagai negara dengan penduduk bermayoritas muslim juga akan menjadi simpul kontra dan akan muncul penolakan disana-sini yang justru akan menggerus kepercayaan investor dan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Hal ini terjadi karena usulan tersebut tidak dibarengi dengan sosialisasi ke masyarakat terlebih dahulu.

Sikap pemerintah pun sudah tegas sejak dulu, yaitu berkomitmen untuk menolak legalisasi ganja. Komitmen ini di buktikan dengan disahkannya Undang-undang RI  No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Wacana legalisasi ganja pun telah ditutup dengan sahnya UU ini.

Permasalahan seperti penggunaan ganja untuk medis pun sudah di akomodir dalam UU tersebut, yaitu pada Pasal 8 ayat (1) UU 35/2009 yang mengatakan bahwa narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.

Akan tetapi, dalam jumlah terbatas, narkotika golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 

Membuat UU tentu membutuhkan waktu, tenaga bahkan biaya yang tak sedikit. Urgensi usulan legalisasi ganja juga banyak dipertanyakan karena masih terdapat usulan yang lebih tinggi dan lebih luas manfaatnya, dengan tidak mengesampingkan manfaat legalisasi ganja yang jika melihat dari negara-negara yang ramah akan ganja mendapat pemasukan yang besar.

Namun, perlu pertimbangan lebih lanjut karena disini, pelegalan ganja seperti layaknya percobaan nasional dimana kesehatan masyarakat Indonesia di adu dengan pendapatan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline