Lihat ke Halaman Asli

Mengetuk Jendela Hati Nurani Pagi

Diperbarui: 11 Juni 2024   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mengetuk Jendela Hati Nurani Pagi"

Di ufuk pagi, saat fajar menyingsing,
Aku mengetuk jendela hati nurani,
Dengan malu kuakui pada diri sendiri,
Bahwa hidup ini adalah pesta kostum yang megah,
Dan aku hadir dengan wajah asli tanpa topeng.

Kusaksikan semua dengan rupa yang terbungkus rapi,
Sementara aku, telanjang dalam kejujuran,
Mengungkap setiap celah hati yang murni,
Namun terasa asing di tengah kemeriahan yang fana.

Betapa bodohnya aku, pikirku sejenak,
Berani menghadirkan diri tanpa tirai dan topeng,
Ketika dunia memilih untuk menyembunyikan,
Dalam balutan ilusi dan kepalsuan yang memukau.

Namun di sinilah aku, dengan hati yang terbuka,
Menatap bayanganku di jendela pagi,
Menyadari bahwa kejujuran adalah kekuatanku,
Meski dunia menuntut topeng dalam setiap pesta.

Dan perlahan, rasa malu itu sirna,
Digantikan oleh keteguhan yang tumbuh dalam diri,
Bahwa menjadi diri sendiri, adalah keberanian sejati,
Di tengah dunia yang gemar bersembunyi.

Aku memilih untuk tetap jujur,
Menghadapi pesta kostum ini tanpa ragu,
Karena wajah asli ini adalah cermin jiwaku,
Yang tak akan pudar oleh gemerlapnya kepalsuan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline