Kentang Busuk dan Pengampunan
Di rak dingin, tergeletak sebiji kentang busuk,
Tak lagi layak dikonsumsi, telah berubah menjadi lumpur.
Sama seperti hati yang terluka oleh cela,
Mengalami proses kebusukan karena luka dan cela.
Kentang busuk,
Simbol luka dan rasa sakit.
Menyakiti hati, bagai belati yang menusuk.
Membuat jiwa terluka, dan pikiran resah.
Apakah yang harus dilakukan?
Maafkah kuncinya?
Pengampunan, bagaikan obat yang mujarab.
Menyembuhkan luka, dan meredakan amarah.
Namun di tengah-tengah kantong kentang yang basah,
Terdapat pertanyaan tentang pengampunan dan pertobatan.
Apakah lebih penting membuang kentang yang sudah busuk,
Atau mencari pengampunan, wujud dari pertobatan yang tulus?
Pertobatan sejati bukan hanya soal membuang kentang busuk,
Tetapi juga mengakui kesalahan dan mencari pengampunan.
Menghapus beban dosa bukanlah hanya tindakan fisik,
Tetapi juga proses spiritual yang membebaskan jiwa.
Kantong kentang mungkin terlihat penting,
Namun hati yang tulus dan bersih adalah lebih berharga.
Seiring waktu, kentang busuk akan membusuk menjadi tanah,
Namun pertobatan yang tulus akan membawa kesucian yang abadi.
Jadi, ketika orang lain menyakiti kita,
Marilah kita belajar memaafkan dan memohon pengampunan.
Karena dalam pengampunan, kita menemukan kedamaian,
Dan dalam pertobatan, kita menemukan keselamatan.
Namun, pengampunan bukan perkara mudah.
Membutuhkan keikhlasan dan ketulusan.
Melepaskan rasa sakit, dan membuka hati untuk memaafkan.
Seperti kentang busuk,
Kita harus membuangnya dari hati.
Membiarkannya menggerogoti jiwa, hanya akan menambah luka.
Tetapi, kantongnya tak perlu dibuang.
Simbol pengakuan dosa, dan rasa penyesalan.
Pengingat untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Pengampunan dan pertobatan diri,
Dua hal yang tak terpisahkan.
Membuang kentang busuk, dan membersihkan kantongnya.
Melepaskan luka, dan membuka lembaran baru.
Pengampunan bukan untuk meringankan beban dosa.
Tetapi untuk membebaskan diri dari rasa sakit.
Menemukan kedamaian, dan ketenangan jiwa.